31 C
Semarang
, 14 December 2024
spot_img

Seni sebagai Katalis Moderasi Beragama

Seni memiliki peran penting dalam menggambarkan tradisi keagamaan sekaligus menjadi medium untuk membangun moderasi beragama.

Yogyakarta, JatengNews.id – Seni memiliki peran penting dalam menggambarkan tradisi keagamaan sekaligus menjadi medium untuk membangun moderasi beragama.

Seni bukan hanya ekspresi keindahan, tetapi juga merupakan epistemologi ilmu pengetahuan yang sarat dengan simbol-simbol agama dan nilai-nilai kebersamaan.

Hal ini disampaikan oleh Prof. Dr. Phil. Al Makin, S.Ag., M.A., Guru Besar Filsafat Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, dalam acara penganugerahan, pameran, dan talkshow bertajuk “Penguatan Moderasi Beragama: Penangkap Cahaya, Mengurai Makna Moderasi Beragama” yang berlangsung di Konsep Hall ISI Yogyakarta pada 12 Desember 2024.

Baca juga: Balai Litbang Agama Semarang Sukses Mempertahankan Sertifikasi ISO 9001:2015

Al Makin menuturkan bahwa seni dalam berbagai bentuk, termasuk arsitektur rumah ibadah di Indonesia, mencerminkan nilai-nilai agama yang moderat. Seni adalah representasi agama sekaligus alat penting dalam memperkuat moderasi beragama.

“Manusia modern membutuhkan mitos, logos, dan pathos untuk menavigasi norma-norma hidup. Seni menawarkan ruang inklusif yang mampu mempertemukan berbagai perspektif,” ujarnya.

Menurut Al Makin, spirit moderasi beragama dapat dibangun melalui pendekatan mendalam, seperti mendengarkan dan memahami orang lain. Ia menegaskan pentingnya menciptakan ruang bagi berbagai kelompok atau golongan untuk berbicara dan mengungkapkan pemikiran mereka.

“Moderasi beragama harus diwujudkan dalam praktik, dengan menempatkan dialog sebagai jalan tengah dan menjadikan seni sebagai katalis komunikasi lintas budaya,” jelasnya.

Al Makin menyoroti bahwa kebebasan berekspresi, meskipun dijamin undang-undang, harus dijalankan dengan menghormati hak-hak orang lain. Seni dan agama akan selalu saling beriringan dalam konteks budaya, tetapi tetap harus bersikap kritis. Dalam moderasi beragama, imajinasi menjadi elemen penting untuk memahami kompleksitas yang dihadapi setiap individu.

“Moderasi adalah tentang menghormati imajinasi orang lain, meskipun berbeda dari kita,” ungkapnya.

Al Makin menekankan bahwa moderasi beragama harus mampu beradaptasi dengan tradisi dan budaya lokal untuk menciptakan ruang dialog yang inklusif.

“Seni memainkan peran penting karena mampu menciptakan ruang yang nyaman bagi semua pihak untuk berkumpul dan berdialog,” pungkasnya.

Hal senada dikatakan, Nano Warsono, S. Sn., MA, seorang seniman sekaligus akademisi, menggarisbawahi bagaimana seni dapat menjadi katalis komunikasi yang efektif antara berbagai latar belakang.

Baca juga: Balai Litbang Agama Semarang Sukses Mempertahankan Sertifikasi ISO 9001:2015

“Tradisi Jawa, misalnya, kaya akan inklusivitas yang tercermin dalam seni visual dan praktik spiritual. Tradisi ini, meskipun terus berkembang, tetap membawa nilai-nilai abadi yang relevan hingga saat ini,” ujar Nano, Direktur Galeri R.J. Katamsi ISI Yogyakarta.

Menurut Nano, seni bukan sekadar ekspresi individu, tetapi juga ruang inklusif yang adaptif, memungkinkan berbagai kelompok untuk saling memahami dan berkomunikasi.

“Seni dapat menjadi alat yang sangat penting untuk menyatukan pihak-pihak dengan pandangan berbeda, bahkan dalam situasi konflik,” tutupnya. (01)

Berita Terkait

BERITA TERBARU

- Advertisement -spot_img

BERITA PILIHAN