31 C
Semarang
, 20 November 2024
spot_img

BMKG Jelaskan Penyebab Fenomena Hujan Es di Solo

Semarang, Jatengnews.id – Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Jateng memprediksi, pada masa peralihan musim dari kemarau ke penghujan, potensi hujan es bisa jadi terjadi di beberapa titik.

Sebelumnya, sempat terjadi fenomena hujan es di Mojosongo, Kota Solo pada Senin (21/10/2024) lalu.

Baca juga : BMKG Fokus Mitigasi Risiko di Wilayah Rawan Gempa

Prakirawan Cuaca Stasiun BMKG Ahmad Yani Semarang, Winda Ratri menyampaikan, bahwa kejadian di Solo tersebut menjadi hal lumrah terjadi pada masa peralihan musim seperti ini.

“Ini kan kita sedang di masa peralihan ya, dari musim kemarau ke musim penghujan seperti itu. Jadi hujan es sediri ini ditandai dengan hujan yang turun biasanya air disertai butiran es,” ucapnya kepada Jatengnews.id saat ditemui di kantornya, Rabu (23/10/2024).

Pasalnya, fenomena seperti ini terjadi karena adanya kumpulan awan tertentu yang memiliki suhu rendah atau biasa disebut awan cumulonimbus.

“Adanya awan cumulonimbus yang tumbuh cukup tinggi di lapisan freezing level. Lapisan freezing level yaitu lapisan dimana suhunya itu 0 derajat. Jada masa atau uap air terdorong ke atas dari udara naik atau kita sebut updraft itu naik karena cukup kuat di mana labilitasnya juag kuat, naik sampai ke lapisan freezing level, jadi nanti masa udara atau airnya berkondensasi dan kemudian bisa terbentuk menjadi es,” jelasnya.

Dalam lapisannya, awan cumulonimbus ini menurutnya memiliki tiga partikel, ada air super dingin dan es.

“Nah ketika awan itu sudah cukup jenuh, tidak bisa lagi menampung air yang ada seperti itu, itu nanti akan turun menjadi hujan. Nah ketika partikel es ini ikut turun, ketika sampai daratan dia belum sepenuhnya cair, makalah bisa terjadi hujan es,” paparnya.

Winda menjelaskan, bahwa fenomena seperti ini biasa terjadi di musim peralihan dan di waktu dekat-dekat ini potensi terjadinya hujan es di daerah lain masih ada.

“Di Semarang itu pernah, di Mijen juga pernah terjadi, tapi enggak semuanya (wilayahnya tidak merata),” terangnya.

Artinya, fenomena hujan es biasa terjadi di lokasi atau lingkup yang kecil dengan durasi yang tidak lama hanya hitungan menit.

Sementara itu, penyebab terbentuknya awan kumulonimbus karena adanya kondisi cuaca yang sedang mengalami labilitas.

Baca juga : BMKG Peringatkan Potensi Rob di Pesisir Utara Kota Semarang

“Labilitas itukan kondisi udara ya, dimana semakin tidak stabil udaranya, maka potensi pertumbuhan awannya bisa semakin besar. Bisa semakin tinggi dan bisa menghasilkan cuaca ekstrim,” terangnya. (Kamal-03)

Berita Terkait

BERITA TERBARU

- Advertisement -spot_img

BERITA PILIHAN