
Semarang, Jatengnews.id – Mantan Wali Kota Semarang Hevearita Gunaryanti Rahayu menjalani sidang perdana yang berisikan dakwaan menerima suap dan gratifikasi yang nominalnya mencapai Rp 9 miliar, Senin (21/4/2025) di Pengadilan Tipikor Semarang.
Dalam kasus dugaan suap dan gratifikasi senilai Rp 9 miliar tidak hanya didakwakan kepada perempuan yang akrab dipanggil Mbak Ita tersebut, melainkan juga menimpa suaminya yakni Alwin Basri yang merupakan Ketua PKK di Kota Semarang pada masa itu.
Pasangan suami istri ini didakwa oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK, Rio Vernika Putra dengan tiga perkara yang berbeda.
Baca juga: Video Mbak Ita Enggan Ditanya Soal Penyidikan KPK
Pertama, Rio mendakwa mereka berdua menerima fee atas pengadaan barang dan jasa senilai Rp 3,75 miliar pada tahun 2022 -2023.
Angka tersebut berangkat dari uang yang diberikan oleh Direktur PT Chimader 777, Martono sebesar Rp 2 miliar yang diberikan untuk mendapatkan pekerjaan pengadaan barang dan jasa dilingkungan Pemkot Semarang.
“Pada Bulan Desember 2022, Alwin bertemu dengan Martono meminta diberikan pekerjaan pengadaan pengadaan jasa di lingkungan Pemkot,” ucapnya.
Pada pertemuan tersebut, Martono telah memberikan Rp 1 miliar sehingga Alwin sebagai representasi Wali Kota Semarang karena suami Mbak Ita memuluskan jalan Martono melalui Kepala Satuan Kerja Perangkat Desa (SKPD).
“Untuk persiapan pelantikan Terdakwa I (Mbak Ita) sebagai Wali Kota Semarang, Terdakwa II (Alwin) meminta uang sisa yang menjadi bagian fee komitmen pengadaan barang dan jasa,” ungkapnya pertemuan selanjutnya yang kembali memberikan fee senilai Rp 1 miliar pada Januari 2023.
Masih dalam dakwaan barang dan jasa, pasutri terdakwa disebut menerima fee senilai Rp 1,75 miliar dari Direktur Utama PT Deka Sari Perkasa, Rachmat Utama Djangkar.
Pemberian fee oleh Rachmat tersebut karena mendapatkan jatah pekerjaan pengadaan meja dan kursi fabrikasi pada Perubahan APBD 2023.
Dakwaan kedua, Mbak Ita dan Alwin disebutkan melakukan pemotongan pembayaran pegawai negeri yang bersumber dari insentif pemungutan pajak dan tambahan penghasilan.
Praktik ini menyeret nama Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kota Semarang, Indriyasari. Dimana insentif pemungutan pajak dan tambahan penghasilan merupakan penyisihan pendapatan para pegawai Bapenda Kota Semarang (iuran kebersamaan).
“Terdakwa I menerima Rp 1,8 miliar dan Terdakwa II menerima Rp 1,2,” sebutnya nominal dengan total Rp 3 miliar tersebut.
Uang tersebut, kabarnya telah digunakan sebesar Rp 383 juta. Dengan rincian penggunaan Lomba Masak Nasi Goreng Khas Mbak Ita Rp 222 juta dan konser Denny Caknan di Simpang Lima Rp 161 juta.
Kemudian dakwaan ketiga, ini menyoal proyek di 16 kecamatan di Kota Semarang dimana melibatkan Mbak Ita, Alwin dan Martono lagi.
Sebutnya, dalam proyek tersebut mereka menerima Rp 2,24 miliar dengan detail Pasutri Rp 2 miliar dan Martono Rp 245 juta.
Dari ketiga dakwaan tersebut, Mbak Ita dan Alwin menerima total uang dakwaan suap dan gratifikasi sebesar Rp 9 miliar.
Baca juga: Akan Diperiksa KPK Mbak Ita Kembali Mangkir
Berangkat dari dakwaan ini, mereka dijerat Pasal 12 huruf a atau Pasal 11, dan Pasal 12 huruf f, dan Pasal 12 huruf B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.
Usai dakwaan dibacakan JPU, Pengacara Mbak Ita dan Alwin, Erna Ratnaningsih menegaskan tidak ada pengajuan eksepsi.
Keputusan tersebut, kabarnya telah diputuskan bersama kedua terdakwa guna untuk mempercepat jalannya persidangan.(kamal-02)