Demak, Jatengnews.id – Ratusan aktivis dan pemuda yang tergabung dalam Aktivis Muda Berperan dan BEM Nusantara Jateng menggelar dialog publik dengan tema Konflik dan Carut Marut Penegakan Hukum dalam RUU KUHAP : Kolaborasi atau Kekuasaan Absolut di Café dan Resto Bosse, Demak Jumat (21/3/2025).
Penanggung jawab kegiatan dan juga Ketua Daerah Aktivis Muda Berperan Demak Elha Nuzulil Hikam mengatakan anak muda apalagi mahasiswa adalah generasi emas bangsa.
Baca juga: KPU Karanganyar Gelar FGD Evaluasi Pilkada 2024
‘’Tonggak kepemimpinan bangsa kedepan ada di tangan kita, dan sudah seharusnya kita menjadi generasi yang melek yang peduli terhadap berbagai isu dan fenomena termasuk hukum di didalamnya,’’tegas Elha Jumat (21/3/2025).
Elha berharap seluruh peserta dapat tertib mengikuti FGD dan membuka cakrawala dan wawasan terkait hukum.
Sedangkan narasumber lainnya Ketum Aktivis Muda Berperan yang juga BEM Nusantara Jateng Shofiyul Amin mengatakan memulai dengan pembahasan fungsi penting hukum dalam masyarakat yakni, menjamin keamanan dan ketertiban masyarakat, menjamin keadilan, kemudian sebagai penyelesaian konflik.
Shofi menyinggung beberapa hal dalam rancangan RUU KUHAP, misalnya Asas Dominis Litis yang memberikan kewenangan kepada jaksa dalam menentukan perkara.
Hal ini berpotensi menimbulkan konflik antara kepolisian dan kejaksaan.
Selain itu, ia mengambil salah satu RUU KUHAP Pada Pasal 12 Ayat 11 yang membuka kemungkinan kerusakan tatanan sistem peradilan pidana.
Jika pelapor bisa melapor ke kejaksaan, mekanisme dan prosedur pelaporan tindak pidana berpotensi menjadi tidak jelas, dan mnimbulkan tumpang tindih tugas antara Kepolisian dan Kejaksaan.
Sedangkan narasumber lain yakni Ferhadz Ammar M, S.H., M.IP Akademisi dan Analis Hukum Lulusan Universitas Indonesia menyampaikan ada beberapa polemik yang terdapat dalam Rancangan RUU ini misalnya pada Pasal 111 Ayat 2 RUU KUHAP.
Dia juga menekankan Pasal 111 Ayat 2 yang memberikan kepada Jaksa wewenang untuk mempertanyakan legalitas penangkapan dan penahanan yang dilakukan oleh Kepolisian. Hal ini bertentangan dengan KUHAP dan putusan Mahkamah Konstitusi.
Mekanisme yang sudah ada pasti terganggu, karena otoritas Jaksa untuk menentukan apakah penangkapan dan penahanan tersebut sah atau tidak terlalu besar.
Baca juga: SCU Gelar FGD, Para Akademisi Menilai Kasus Pagar Laut Sengaja Ditutupi
‘’ Ini dapat menyebabkan ketidaksepakatan normatif dan ketidakpastian hukum. Karena itu, ada tiga hal yang disorot dalam RUU KUHAP yakni ancaman terhadap prinsip diferensiasi fungsional atau asas dominus litis, kemandirian penyidik dan permasalahan Hak Asasi Manusia,’’jelas Ferhadz.
Ferhadz menambahkan mengingat Integrated Criminal Justice System (ICJS), di mana dalam konteks ICJS, terdapat Pancasakti, yakni lima komponen penegak hukum.
‘’Kepolisian, kejaksaan, pengadilan, lembaga pemasyarakatan, dan advokat (yang dulu dikenal dengan sebutan pengacara). Maka seharusnya penegakan hukum berjalan proporsional dan sebagaimana mestinya supaya tidak terjadi tumpang tindih,’’pungkasnya. (02)