Beranda Pendidikan SCU Gelar FGD, Para Akademisi Menilai Kasus Pagar Laut Sengaja Ditutupi

SCU Gelar FGD, Para Akademisi Menilai Kasus Pagar Laut Sengaja Ditutupi

Soegijapranata Catholic University (SCU) Semarang menggelar Forum Group Discussion (FGD) di Hotel Grand Candi, Kota Semarang, Rabu 25 Februari 2025.

SCU Semarang menggelar Forum Group Discussion (FGD) di Hotel Grand Candi, Kota Semarang, Rabu (25/2/2025). (Foto: JN)

Semarang, JatengNews.id – Soegijapranata Catholic University (SCU) Semarang menggelar Forum Group Discussion (FGD) di Hotel Grand Candi, Kota Semarang, Rabu 25 Februari 2025.

FGD yang digagas oleh Fakultas Hukum dan Komunikasi SCU Semarang ini bertajuk Permasalahan dan Tantangan Pengembangan serta Pengelolaan Proyek Strategis Nasional Pantai Indah Kapuk-2.

Dalam FGD yang digelar SCU ini ada beberapa point yang menjadi garis besar. Diantaranya, kasus pagar laut ini segera dituntaskan. Selain itu ini sengaja ditutupi atau dihentikan seperti ada upaya penghilangan barang bukti.

Dalam forum yang dihadiri oleh akademisi dari sejumlah kampus ternama di Indonesia itu bertujuan untuk mengkaji permasalahan dari berbagai sudut pandang, termasuk hukum, ekonomi, dan etika.

Baca juga: SCU Semarang Gaungkan Semangat Peduli Lingkungan

Salah satu narasumber Anggota Bidang Studi Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Indonesia Gandjar Laksamana Bonaprapta, mengungkapkan ada beberapa dugaan pelanggaran serius dalam kasus ini.

Pertama, terkait pemasangan pagar laut berbahan bambu yang menimbulkan dampak lingkungan.

“Kedua, munculnya sertifikat hak milik (SHM) dan hak guna bangunan (HGB) yang dinilai memiliki kejanggalan dalam penerbitannya. Ketiga, indikasi adanya pelanggaran hukum lain yang perlu diusut lebih lanjut,” kata dia.

Dia juga mendesak pemerintah untuk bersikap tegas agar kasus ini terbongkar tuntas dan perusahaan korporasi yang terlibat harus diperiksa secara menyeluruh.

Semua ini harus diungkap sampai tuntas. Jika ditemukan unsur pemalsuan, harus ditelusuri siapa yang terlibat dan siapa yang diuntungkan. Kalau ada yang menerima fasilitas seperti mobil atau lainnya sebagai imbalan atas penerbitan izin, maka itu sudah masuk ranah suap. P

“Pemberi dan penerimanya harus diproses hukum,” tegas Gandjar, yang juga Direktur Institut Palappa dan Koordinator Gerakan Anti-Korupsi Lintas Perguruan Tinggi (GAK-LPT).

Keberadaan pagar laut sepanjang 30,6 kilometer di perairan Kabupaten Tangerang memicu perhatian publik. Temuan serupa juga muncul di Kabupaten Bekasi dan Perairan Pulau C, Jakarta Utara.

Merespons hal ini, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) segera mengambil tindakan dengan melakukan penyelidikan dan penyegelan pagar laut tersebut. Bahkan, TNI Angkatan Laut (TNI-AL) turun tangan mencabut pagar tersebut atas instruksi Presiden Prabowo Subianto.

Meski begitu, Gandjar mengingatkan agar tindakan pencabutan tetap memperhatikan proses hukum yang sedang berlangsung.

“Saya tidak ingin tergesa-gesa menyatakan bahwa langkah TNI-AL keliru. Namun, pencabutan harus dikoordinasikan dengan KKP agar bukti hukum tidak hilang dan proses penyelidikan tetap berjalan lancar,” ujarnya.

Polemik Sertifikat

Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM), Prof. Nurhasan Ismail menyoroti kejanggalan dalam penerbitan sertifikat di wilayah pesisir tersebut.

Menurutnya, sertifikat tersebut bisa dibatalkan secara berjenjang, mulai dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) setempat hingga tingkat Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR).

“Prinsipnya, yang menerbitkan sertifikat, dialah yang berwenang membatalkannya,” jelas Prof. Nurhasan.

Namun, dia juga mengingatkan agar kasus ini tidak dijadikan preseden untuk menolak seluruh kepemilikan lahan di atas laut. “Di beberapa wilayah, seperti komunitas Suku Bajo, sertifikasi tanah di atas laut justru diberikan sebagai bentuk pengakuan terhadap masyarakat adat,” tambahnya.

Baca juga: SCU Ajak Paslon Pilwakot Semarang Diskusi dan Sarasehan

Sementara itu, Ketua Panitia Emanuel Boputra mengatakan, diskusi ini untuk menggali berbagai perspektif tentang dampak positif dan negatif dari proyek strategis nasional untuk mengantisipasi kasus-kasus sejenis di masa yang akan datang.

Dia menyebutkan forum ini bukan hanya untuk mengkritisi, tetapi juga mencari solusi agar pembangunan dapat berjalan tanpa mengorbankan lingkungan. Harapannya, semua bisa berkontribusi dalam menjaga keberlanjutan ekosistem pesisir.

“Hasil diskusi ini akan kami kirim ke pemerintah dan KKP (Kementerian Kelautan dan Perikanan), untuk menjadi bahan masukan yang konstruktif,” kata Dosen Hukum SCU itu.

Demikian informasi, SCU yang menggelar FGD di Hotel Grand Candi, Kota Semarang. (01)

Exit mobile version