30 C
Semarang
, 19 February 2025
spot_img

Kisah Oktar Seniman Tato Asal Wonodri Semarang

Semarang, Jatengnews.id – Di sebuah gang Jalan Wonodri Barat Raya, Kecamatan Semarang Selatan, Kota Semarang, tampak sebuah sebuah bangunan bertuliskan Tatto and Body Piercing.

Tempat ini akrab disebut dengan studio tato Sipatiti Ink. Milik seorang seniman tato lulusan seni rupa murni Unnes.

Oktar Abriyanto yang memiliki sapaan akrab Oktar ini merupakan pria dibalik berdirinya Sipatiti Ink.

Baca juga: Pameran Topeng Ramaikan Magelang Sepanjang Februari

Nama Sipatiti Ink yang melabeli studio tato tersebut, tentu tidak serta merta dan tanpa arti. Sipatiti sendiri merupakan bahasa Dayak yang memiliki arti dukun tato atau si pembuat tato.

Jika melihat Kota Atlas yang merupakan Ibukota Jawa Tengah, tentunya studio tato ini bukan satu-satunya. Apalagi saat ini tato sudah menjadi tren atau gaya hidup anak muda.

Sehingga Oktar menamai studionya dengan Sipatiti Ink, supaya bisa menjadi rujukan tato di Kota Semarang.

“Saya kuliah di seni rupa, selama kuliah itu saya awalnya cuman sekedar hobi, kalau ada teman yang minta tato kalau cocok ya baru saya mau mengerjakan. Kalau enggak ya nggak,” ungkapnya saat ditemui di ruang studionya yang berada di lantai dua bangunan tersebut.

Setelah dirinya selesai kuliah, Oktar baru menyadari bahwa terjun sebagai seniman tato dan atau tukang pembuat tato.”Awalnya saya pengen jadi seniman, kayak pameran,” ucapnya mimpi awalnya.

Waktu itu, Oktar masih belum lulus kuliah dan datang ke rumah kakak kelasnya yang berprofesi sebagai pembuat tato.

“Waktu itu, saya main ke studio kakak kelas saya. Di sana dia nato orang setelah selesai dapat uang. Melihat di menerima uang itu membuat saya berfikir dicari orang kerja itungan jam dapat uang kenapa nggak tak seriusin. Mulai dari situ akhirnya saya meyakinkan diri untuk terjun ke tato itu,” kisahnya.

Berbekal ilmu membuat tato yang ia punya, Oktar sampai melancong hingga Bali bahkan Australia. “Hasil dari kesana kemari itu akhirnya menghasilkan studio ini,” ucapnya.

Jika melihat studionya, memang tampak terpampang peralatan tato canggih hingga piagam penghargaan atas nama Sipatiti Ink.

“Studio ini dulunya nganggur tiga tahunan, tiga tahun itu nyari modal ke sana kemari,” akunya.

Perihal stigma masyarakat, ia mengaku mengawali karirnya sejak tahun 2007 dimana waktu itu masih dinilai negatif.

“Dengan adanya teman-teman komunitas tato Indonesia yang sering bikin event di Semarang sehingga mulai hilang,” ungkapnya.

“Kalau teknik hampir sama, mesin sekarang lebih efisien. Gambarnya juga semakin kesini, semakin menggila, kalau tidak mengikuti era, gambarnya bakal ketinggalan,” sambungnya.

Menurut pengalamannya, ia mengaku menyesuaikan pelanggannya. Jika diminta jadi seniman, ia bakal menunjukan. Namun jika diminta menjadi tukang, maka ia bakal menuruti permintaan costumer.

Baca juga: Pemkab Sragen Kembangkan Kreativitas Seniman Melalui Revitalisasi Karya Seni

“Tato inikan sakit ya, jadi ada pengalaman orang itu memilih tato karena merasa lebih baik menyakit dirinya daripada menyakita orang lain,” tuturnya.

Distudionya ini, jasa tato dihargai dari mulai Rp 500 ribu hingga puluhan juta rupiah.

Pada saat ingin tato, katanya juga ada persiapan-persiapan khusus supaya tidak merugikan diri sendiri.

“Seperti memikirkan jangka panjang, menjaga kondisi tubuh, tidak boleh konsumsi alkohol dan jangan begadang,” jelasnya. (Kamal-02)

Berita Terkait

BERITA TERBARU

- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img

BERITA PILIHAN