29 C
Semarang
, 14 January 2025
spot_img

Kejanggalan Rilis Polresta Yogyakarta, Kasus Penganiyaan Warga Mijen Semarang

Semarang, Jatengnews.id – Pasca viralnya nama Darso (43) warga Mijen, Kota Semarang jadi korban penganiayaan polisi dari Yogyakarta. Polresta Yogyakarta keluarkan rilis resmi, pada Sabtu (11/1/2025) lalu.

Dalam rilis yang tertanda Kapolresta Yogyakarta, Kombes Pol Aditiya Surya Dharma tersebut, merupakan respon terkait meninggalnya Darso.

“Hasil klarifikasi terkait pemberitaan warga Semarang tewas usai dijemput Polisi Yogyakarta, Keluarga Lapor Polda Jateng,” kalimat yang mengawali rilis tersebut.

Baca juga: Janggal, Usai Kecelakaan Darso Korban Penganiayaan Polisi Ditinggal Temannya

Rilis tersebut, dimulai dengan menjelaskan bagaimana Darso terlibat kecelakaan dengan Tuti Wiyanti pada 12 Juli 2024 lalu.

Dalam rilis tersebut, mulai muncul beberapa kejanggalan yang secara keterangannya berbeda dengan keterangan keluarga.

Bahkan ada beberapa keterangan yang berbeda dengan omongan anggota Satlantas Polresta Yogyakarta saat di Semarang menyampaikan kepada istri korban.

Kejanggalan-kejanggalan tersebut sebagai berikut:

1. Usai Kecelakaan Disebutkan Darso Kabur

Dalam rilis Kapolresta Yogyakarta, Kombes Pol Aditiya Surya Dharma menyampaikan, bahwa memang benar korban telah mengantarkan Tuti ke Rumah Sakit Bethesda Lempuyangwangi.

“Disini bertemu dengan keluarga Korban pada saat itu keluarga korban memfoto identitas pengemudi berupa KTP atas nama DARSO,” ungkapnya.

Pernyataan tersebut masih selaras dengan kasaksian keluarga dimana Darso telah mengantarkan Tuti ke klinik dan meninggalkan identitas KTP.

“Setelah mengantarkan korban, pengemudi pergi

meninggalkan rumah sakit tanpa memberitahukan kepada pihak korban dan

rumah sakit, kemudian oleh suami korban Restu Yosepta Gerymona berupaya mengejar pengemudi tersebut menggunakan sepeda

motor hingga mobil yang dibawa Pengemudi menyerempet sepeda motor menyebabkan saudara Restu terjatuh dan pengemudi tetap pergi meninggalkan

lokasi,” sambungnya.

Dari pernyataan ini, mulai muncul kejanggalan karena dari pihak keluarga dan Kuasa Hukumnya menyampaikan bahwa korban ditinggal oleh kedua temannya yakni Toni dan Ferri.

“Kedua orang yang sebelumnya bersama Darso, yakni Toni dan Feri pergi terlebih dahulu dengan mobil,” jelas Kuasa Hukum Keluarga Korban, Antoni Yudha Timor.

Artinya dalam poin ini ada kejanggalan antara kedua belah pihak tersebut.

2. Teka-Teki Ada dan Tidaknya Surat Klarifikasi

Rilis Kapolresta menyebutkan, Tim Unitgakkum Satlantas Polresta Yogyakarta dipimpin Kanitgakkum untuk mendatangi kediaman Darso di Semarang dalam rangka mengirimkan surat undangan klarifikasi.

“Setelah bertemu ditanyakan apakah pernah terlibat kecelakaan lalu lintas di wilayah Yogyakarta. Namun Darso tidak mengakui dan setelah ditunjukkan video CCTV, kemudian mengakui bahwa benar mobil tersebut terlibat kecelakaan lalu lintas,” Papar Aditiya.

Tak berhenti disitu, Kapolres juga menjelaskan bahwa Darso sempat ditawari untuk berpamit dengan keluarga sebelum pergi bersama anggota polisi.

“Kemudian Darso mengajak Kanit Gakum Sat Lantas beserta timnya untuk menuju ke lokasi rental mobil dan temannya yang ikut pada saat kejadian

laka lantas. Petugas menyarankan kepada Darso untuk berpamitan terlebih dahulu kepada Istrinya namun yang bersangkutan mengatakan tidak perlu,” ujarnya.

Pernyataan ini, berbanding terbalik dengan keterangan istri korban, Poniyem (42). Katanya dirinya bermula bertemu dengan para polisi tersebut terlebih dahulu dan menanyakan nama Darso dan menunjukan alamat.

“Waktu itu suami masih tidur, akhirnya saya bangunin. Setelah itu keluar dan minta diambilin obat jantungnya, ketika saya keluar suami saya sudah tidak ada,” aku Poniyem.

Perihal surat yang katanya telah dilayangkan, dirinya juga mengaku tidak melihat maupun menerima surat tersebut.

Setelah korban di rumah sakit dan mereka kembali ke rumah Darso bersama Ketua Rt setempat, Poniyem juga menjelaskan bahwa tidak ada keterangan apapun perihal pemeriksaan apalagi menunjukan surat.

Ketua RT setempat Yono menyampaikan, bahwa waktu itu ada tamu dari Polresta Yogyakarta.

“Datangnya itu setelah penjemputan itu. Jadi tidak sebelum menjemput Pak Darso kulonuwun (kordinasi) dengan pihak Rt setempat,” paparnya.

Artinya, penjemputan ini seperti penculikan yang dilakukan secara tiba-tiba. Pertemuan polisi dengan Rt setempat ini, terjadi di rumah Rw setempat yang waktu itu sudah pergi kerja.

“Waktu itu saya juga temuin sebentar, terus meminta ijin bahwa ada penjemputan Pak Darso. Dijalan itu katanya ada penyakit jantung kambuh saat di jalan. Ini minta tolong sama saya untuk didampingi bertemu istrinya, mau mengabarkan kalau Pak Darso penyakit jantungnya kambuh,” terangnya.

Dalam situasi ini, Yono juga mengaku tidak menerima surat pemberitahuan apapun dari pihak kepolisian perihal penanganan kasus tersebut.

“Mengaku dari Polresta Yogyakarta saja, tidak ada surat penjemputan ataupun surat lainnya,” paparnya.

3. Kencing Bersama Anggota Polresta atau Penganiayaan

Dalam rilis tersebut juga, Kapolresta Yogyakarta menyebutkan bahwa penyakit Darso kambuh ketika 500 meter dari rumahnya.

Kronologi versinya, bahwa waktu itu korban tiba-tiba meminta buang air kecil, sehingga mobil yang berisi enam anggota polisi dan Darso tersebut berhenti.

“Semua yang berada di dalam mobil keluar untuk buang air kecil di parit pinggir jalan,” ungkapnya.

Hal ini, langsung disambar oleh Kuasa Hukum Keluarga Korban, Antoni Yudha Timor menyampaikan, dimana dirinya merasa janggal dengan kronologi ini.

“Kan aneh ini. Ngapain polisi dari Jogja, jauh-jauh kesini buang air kecil bersama-sama,” keluhnya.

Kelanjutan kronologi versi Polresta tersebut, saat buang air kecil penyakit Darso tiba-tiba kambuh.

“Ya jelas itu (ada kejanggalan),” tegasnya.

Sebelumnya juga telah disampaikan, bahwa lokasi penganiayaan kepada Darso ini memang terjadi tidak jauh dari lokasi rumahnya sekitar 500 meteran.

“Ada saksi yang melihat kejadian ini. Bahkan istri korban juga menyebutkan ada luka di bagian kepala. Sehingga keluarga kecewa, karena sama sekali tidak bicara tentang penganiayaan,” sambung Anton.

Istri korban, Poniyem juga menyampaikan, ada kronologi lain yang berbeda dan itu disampaikan oleh polisi yang ikut dalam aksi dugaan penganiayaan tersebut.

“Kata polisinya, suami saya kebentur pintu mobil (sehingga memar dikapalanya). Iya (disampaikan usai kejadian tersebut),” ungkapnya.

Kronologi berbeda ini tidak berhenti disini dan disampaikan bahwa Darso dikatakan sempat memberontak.

Baca juga: Pembongkaran Makam Darso Warga Mijen Selesai, Ini Harapan Istri

“Saya enggak percaya, soalnya suami saya bilang dipukuli begitu,” cecarnya.

Melihat luka suaminya, dirinya tidak percaya jika disebabkan karena luka terbentur pintu. “Iya betul, item lebamnya,” Katanya.

Penyampaian kronologi berbeda ini disampaikan oleh polisi pada saat di rumah sakit permata medika.

Melihat situasi ini, terekam ada kronologi yang berubah-ubah oleh kepolisian sehingga berpotensi mengaburkan fakta-fakta yang ada. (Kamal-02)

Berita Terkait

BERITA TERBARU

- Advertisement -spot_img

BERITA PILIHAN