30 C
Semarang
, 26 December 2024
spot_img

Korban Lomba Tari Abal-Abal Mengadu ke Polda Jateng

Semarang, Jatengnews.id – Kelanjutan kasus lomba tari abal-abal yang batal diselenggarakan di Taman Indonesia Kaya, kini para korban melaporkan ke Polda Jateng, Kamis (26/12/2024).

Terlihat para pendamping tari, memasuki ruang Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) Polda Jawa Tengah (Jateng) untuk melakukan pengaduan adanya lomba tari abal-abal dengan Ketua Mei Sulistyoningsih.

Koordinator korban, Fandy Susilo Wibowo (30) menyampaikan, bahwa alasan mereka melakukan pengaduan ke Polda karena ini merupakan jalan terakhir.

Baca juga: Lomba Tari Abal-Abal Diduga Catut APMIKIMMDO

“Kita sudah menunggu selama enam hari pasca batalnya lomba tari tersebut, karena tidak ada i’tikat baik maka kita lakukan pelaporan atau menempuh jalur hukum,” katanya di Mapolda Jateng.

Penyelenggaraan lomba ini, dijadwalkan pada Jumat (20/12/2024) lalu, namun batal terlaksana karena ketidak jelasan dari panitia yang sampai siang kondisi< lokasi belum siap.

Sehingga menimbulkan kegaduhan, bahkan para peserta yang menjadi korban lomba tari abal-abal ini, menggeruduk kantor gubernur Jawa Tengah untuk meminta kejelasan karena dalam flayernya mengatasnamakan tropi piala Gubernur.

Setelah dilakukan audiensi dan sebagainya, ternyata pencatutan tropi dalam flayer tersebut tidak berijin atau bisa dikatakan abal-abal.

“Perhari ini dari pihak korban akan segera melakukan pelaporan ke Polisian,” paparnya sebelum memasuki ruang SPKT Polda Jateng.

Hasil dari pencatatannya, dalam lomba tari abal-abal ini ada 35 lima kelompok peserta dengan jumlah penari 178 orang yang menjadi korban.

“Secara iuran memang tidak begitu mahal ya Rp 100 ribu, namun untuk riasnya propertinya dan persiapannya tentu mahal,” ungkapnya.

Untuk kostum dan riasnya, perorang bisa mencapai RP 500 ribu lebih dan jika ditotal satu kelompok bisa jutaan.

“Ini serta merta tidak hanya soal kerugian pendaftaran, namun juga tenaga selama latihan dan mental anak-anak peserta,” ungkapnya.

Selama ini, dirinya telah berupaya berkordinasi dan menghubungi pihak panitia, namun tidak ada respon.

Ia juga menjelaskan, bahwa saat ini pihaknya masih melakukan konsultasi dengan pihak kepolisian perihal delik yang dilakukan Mei ini.

Endang yang juga pendamping peserta tari, juga menerangkan, bagaimana para peserta ini butuh waktu panjang untuk proses mengikuti lombanya.

“Bahkan sampai sekarang biaya pendaftarannya saja tidak dikembalikan,” katanya.

Saat terakhir bertemu dengan Mei, dirinya belum mendapatkan janji khusus untuk penanganan persoalan tersebut.

“Tapi kalau waktu di Gubernuran itu sempat muncul tawaran perorang akan diberikan Rp 250 ribu perorang, namun para peserta belum bisa menerima karena yang diberikan penggantian adalah yang gelombang pertama,” paparnya.

Baca juga: Puluhan Peserta Ikuti Lomba Fotografi Jepon di Kabupaten Blora

Gelombang pertama yang dimaksudkan yakni,  pada sesi pagi dimana hingga siang hari tidak ada sound sistem sama sekali.

Pada saat sore itu sound sistem mulai ada, namun suasana sudah tidak kondusif sehingga lomba batal.

“Gelombang pertama itu yabg mana?, lomba tidak terlaksana sama sekali. Jadi masih muter-muter nggak jelas,” terangnya. (Kamal-02)

Berita Terkait

BERITA TERBARU

- Advertisement -spot_img

BERITA PILIHAN