Semarang, Jatengnews.id – Pemerintah Provinsi Jawa Tengah dan 33 pemerintah kabupaten/kota wilayah setempat menetapkan status darurat bencana. Hal ini guna menghadapi darurat bencana hidrometeorologi.
“Sampai saat ini Jateng sudah menetapkan kedaruratan di 33 kabupaten, artinya kabupaten/kota itu sudah menetapkan siaga darurat. Dan dua daerah masih dalam proses untuk penetapan kedaruratan,” kata Pj Gubernur Jawa Tengah, Nana Sudjana saat Rapat Koordinasi Siaga Darurat Bencana di kantornya pada Jumat (20/12/2024).
Baca juga: Pemprov Jateng Dorong Peningkatan Implementasi Ekonomi Sirkular
Penetapan status darurat bencana tersebut dianggap penting, karena untuk mempercepat penanganan bila ada bencana.
Nana mengaku sudah meminta para bupati/ walikota untuk memperkuat koordinasi antar-instansi, meningkatkan kesiapsiagaan personel, peralatan, maupun logistik. Selain itu juga mengaktifkan pusat pengendalian operasi (pusdalops) 24 jam.
Sebab, lanjut dia, berdasarkan peringatan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), akan terjadi eskalasi cuaca ekstrem yang merata di seluruh wilayah Jawa Tengah.
Oleh karenanya, potensi-potensi bencana yang kerap muncul seperti banjir, longsor, rob, dan angin puting beliung perlu diantisipasi.
Pemprov Jateng sendiri sudah melakukan berbagai kesiapan untuk menghadapi ancaman bencana di musim hujan ini.
“Kami persiapkan juga sarana prasarana, kemudian juga persiapan personilnya. Edukasi kepada masyarakat juga terus kami gencarkan,” ujar Nana.
Sebagai upaya untuk membantu mengurangi intensitas hujan, kata Nana, sejak tanggal 11 Desember lalu, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) telah menerapkan teknologi modifikasi cuaca (TMC). Upaya tersebut dinilai berhasil, sebab sejumlah wilayah yang sempat diguyur hujan deras, seperti Jepara, Pati, Grobogan, Demak dan Semarang, berkurang intensitasnya.
“Kita harapkan dengan modifikasi TMC ini, masyarakat Jateng terhindar dari kemungkinan cuaca ekstrem,” harapnya.
Baca juga: Ombudsman Apresiasi Kinerja Pelayanan Publik Pemprov Jateng
Kepala BNPB, Suharyanto menyatakan, teknologi modifikasi cuaca yang dilakukan saat ini sudah 10 hari. Meski bisa mengurangi intensitas hujan, namun pihaknya meminta seluruh daerah tidak hanya mengandalkan teknologi tersebut. Pemerintah daerah diminta tetap melakukan mitigasi bencana.
“Tolong juga di daerah masing-masing tetap lebih waspada,” pesannya.
Menko Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK), Pratikno menyatakan, walaupun teknologi modifikasi cuaca dapat mengurangi intensitas hujan, tetap tidak bisa menghilangkan hujan. Karenanya, setiap pemerintah daerah harus betul-betul siaga menghadapi bencana hidrometeorologi. (02)