Kabupaten Semarang, JatengNews.id – Pengurus Rabithah Ma’ahid Islamiyyah (RMI) Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Tengah menggelar halaqoh.
RMI PWNU Jateng menggelar halaqoh dengan tema “Menggali Nilai Moderasi dan Penguatan Pesantren” di The Wujil Resort & Conventions, Semarang, Kamis hingga Sabtu (12-14/10/2024).
Halaqoh yang digelar oleh RMI PWNU Jateng ini bekerjasama dengan Bidang Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren (PD Pontren) Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Jawa Tengah.
Baca juga: RMI PWNU Jateng Pertegas Komitmen Khidmah untuk NU
Kepala Bidang Pendidikan Diniyah Dan Pondok Pesantren Amin Handoyo, menyampaikan kerjasama dengan RMI PWNU Jateng ini menguatkan pesantren itu sendiri. Moderasi kemudian meningkat menjadi harmoni dan kerukunan. Di pesantren banyak sekali nilai-nilai moderasi yang perlu dimunculkan.
Hal ini diamini Ketua RMI PWNU Jateng, Ahmad Fadlullah Turmudzi, bahwa pesantren menjadi sistem pendidikan tertua di negeri ini sejak politik etis 1901 hingga lahir Undang-Undang Pesantren no 18 tahun 2019. Sebagai lembaga pendidikan tertua di nusantara masih ada hingga kini karena mampu menjaga kecakapannya dalam 2 hal, yaitu sanad keilmuan dan estafet kepemimpinan.
“Berkat daya tahan adaptasinya pesantren dalam keragamannya mempunyai praktek terbaiknya (best practice) sendiri dalam pemeliharaan dan peningkatan pendidikannya,” tambah Pengasuh Pondok Pesantren Salaf APIK Kauman.
Rois Syuriah PWNU Jawa Tengah KH. Ubaidillah Shodaqoh, menegaskan bahwa pesantren memiliki andil besar dalam mewujudkan moderasi beragama.
“Moderasi bukan hanya soal teori pemahaman belaka, namun harus mampu diterapkan dalam pergaulan lokal hingga internasional. Jangan sampai terjadi konflik antar pesantren. Ditambah yang hadir disini harus menjadi perekat umat,” tegasnya.
Sementara itu, Kepala Kanwil Kementerian Agama Provinsi Jawa Tengah, Musta’in Ahmad menyinggung dalam 15 tahun terakhir membincangkan moderasi. Berbagai macam sudut pandang betapa masyarakat dan kondisi berubah. Agama tak hanya dibincangkan oleh ahli agama saja. Adanya teknologi diiringi dengan keterbukaan informasi, bukan ahli agama bisa mengumpulkan data seolah menjadi ahli agama. Wajah agama pun berubah sesuai dengan siapa yang membincangkannya.
“Peran agama tetap menjadi entitas menarik bagi generasi masa depan,” ungkap Musta’in Ahmad.
Lembaga pesantren diharapkan dapat meneruskan dalam menjaga tradisi, pihaknya ingin agama terus menjadi warna bagi kehidupan.
Musta’in Ahmad mengibaratkan moderasi dengan sebuah pohon, dengan akar yaitu akidah, syariat dan akhlak yang kuat menghujam ke tanah maka akan menghasilkan cabang dan daun berupa komitmen kebangsaan, toleransi, anti kekerasan dan adaptif terhadap kearifan lokal.
“Tentu ini tak lepas dari batang yang tidak bengkok ke kanan (radikalis) atau ke kiri (liberalis),” jelasnya.
Demikian informasi, RMI PWNU Jateng menggelar halaqoh dengan tema “Menggali Nilai Moderasi dan Penguatan Pesantren”. (01)