Semarang, Jatengnews.id – Teater Gema Universitas PGRI Semarang (UPGRIS) menyajikan pertunjukan teater dengan naskah Where the Cross is Made karya Eugene O’Neill di Gedung Balairung UPGRIS, Kamis (5/12/2024).
Pertunjukan berdurasi 90 menit ini disutradarai oleh Afrian Baskoro. Naskah berbahasa Inggris terbitan 1923 itu diterjemahkan oleh asisten sutradara, Kartikawati.
Pementasan ini memukau 1.000 penonton dari berbagai elemen. Mulai pelajar, mahasiswa, guru, pelaku teater hingga masyarakat umum dari dalam, dan luar Kota Semarang.
Baca juga : Pagelaran Wayang Sandosa Babad Wanomarto
Suguhan setting rumah berbentuk kapal besar cukup mengesankan. Empat aktor dengan karakter kuat masing-masing mengajak penonton larut dalam suasana.
Masa lalu kelam yang dialami Nat Bartlett membuatnya tumbuh menjadi lelaki yang penuh dan keraguan pesimisme. Dia terbelenggu dalam bayang- bayang obsesi ayahnya sendiri, Kapten Isaiah Bartlett yang telah pensiun dan menjadi gila.
Jejak waktu terhenti saat Marry Allen karam bersama harta karun dan seluruh awak kapalnya. Naskah drama satu babak ini berkisah pengalaman tentang traumatis berpadu dengan garis kabur antara kenyataan dan ilusi.
“Pentas produksi akhir tahun ini mengangkat isu yang merespon fenomena sosial di masyarakat, yaitu parenting, dan dampak psikologis anak atas pola asuh orang tua yang obsesif,” kata sang sutradara Baskoro.
Berangkat dari kegelisahan mengenai generasi saat ini, Baskoro memilih naskah kawak, tetapi yang dapat diterima oleh generasi saat ini karena masih punya relevansi dengan masyarakat zaman sekarang.
“Harapannya dengan mengangkat isu pendidikan orang tua ke anak ini, masyarakat lebih berhati-hati dalam menanamkan nilai-nilai ke anaknya, jangan sampai anak-anak mengalami pengalaman traumatis seperti yang dialami tokoh Nat,” ujar Baskoro.
Pentas ini melibatkan berbagai pihak, salah satunya, yaitu seorang guru, dan juga ayah dari Kabupaten Kendal bernama Akhmad Sofyan Hadi alias Ian. Dia memerankan sosok Captain Isaiah Bartlett yang terobsesi melebihi batas.
Sebuah kehormatan baginya bisa ikut andil menjadi aktor dalam pentas ini Harapannya pentas ini mampu meneror siapa saja yang menyaksikan.
“Bahwa sebelum ramai dunia menggunakan minyak bumi, ternyata perburuan paus lebih dahulu ada untuk diambil minyaknya. Juga peristiwa-peristiwa lain di dalamnya seperti obsesi seorang ayah kepada anaknya sehingga membuat batas kenyataan dan ilusi menjadi nyaru,” kata Ian.
Dipadukan dengan latar rumah di daerah pesisir yang dibuat seperti kapal dan ilustrasi musik akrobat, pentas ini dapat menggiring penonton ke petualangan para pemburu paus.
“Pertunjukan teater kali ini sangat meriah karena ternyata penonton sangat antusias, bukan hanya dari seniman teater tapi juga masyarakat luas. Semoga pertunjukkan ini tidak hanya menyajikan totonan tapi juga tuntunan,” tutur Ahmad Ripai selaku pembina Teater Gema.
Baca juga : Pagelaran Wayang Sandosa Babad Wanomarto Tampil Apik Memukau Penonton
Pentas produksi akhir tahun ini dapat berjalan dengan banyak dukungan dari berbagai pihak. Beberapa di antaranya, yaitu Bhakti Budaya Djarum Foundation, Universitas PGRI Semarang, dan Pemerintah Kota Semarang. (03)