Semarang, Jatengnews.id – Pada era digital yang serba canggih ini masyarakat harus paham dan mawas dengan perlindungan data pribadi karena teknologi digital bisa menguntungkan dan merugikan.
Meskipun secara kelembagaan sudah ada Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang menjamin dan bertanggung jawab atas keuangan digital yang hari ini tangan merambah di Indonesia, namun literasi soal hal tersebut harus menjadi kesiapan dari masing-masing individu.
Baca juga: Cerita Para Pengguna M-Banking, Data Aman Tidak Bocor
Maraknya flexing atau budaya memamerkan aktivitas di media sosial, sering kali menjadi bom waktu bagi para pelakunya karena tanpa sadar mengunggah data pribadi mereka.
Akibatnya, dari data pribadi tersebut menjadi ruang untuk tindak kejahatan digital yang merugikan pihak pemilik konsumen, seperti pemicu praktik skimming.
“Beberapa case masih menemukan kondisi di mana konsumen mengalami kasus skimming, misalnya tiba-tiba uangnya hilang di ATM, tiba-tiba ada yang jebol, tiba-tiba ada yang mengambil tanpa disadari dan sebagainya,” kata Pengurus Harian Lembaga Perlindungan dan Pemberdayaan Konsumen di Indonesia (LP2K) Jateng, Abdun Mufid, Senin (25/11/2024).
Proses transaksi perbankan yang hari ini bisa dilakukan secara digital, menjadi tantangan para penggunanya untuk tetap menjaga dan merasa aman.
“Kita bayar di resto saja sudah pakai Qris, data transaksi semakin banyak tentu semakin beresiko,” ujarnya.
Melihat situasi ini, pengenalan dan pemahaman dalam penerapan keamanan digital harus menjadi praktik mawas oleh para pengguna atau konsumen.
“Kalau kita melihat sih proses penyebaran informasinya sudah cukup banyak ya. Di mana itu juga didukung melalui sistem penyebaran informasi secara digital online, melalui website dan sebagainya,” terangnya.
Pasalnya, para korban kejahatan digital juga banyak yang memberikan testimoni-testimoni kasus yang dialaminya, sehingga menambah ke wawasan bagi para konsumen.
“Cuman yang saya melihat literasi itu belum menyentuh pada kesadaran sebagai sikap hidup konsumen,” imbuhnya.
Artinya, para konsumen masih sering melakukan Tindakan yang teledor sehingga merugikan diri sendiri.
Baca juga: OJK Sebut NPL Bank Umum di Jawa Tengah Terjaga 4,71 Persen
“itu sering istilah orang jawanya itu teledor gitu ya, jadi misalnya aplikasi di HP itu kan banyak sekali sekarang, terus kemudian ada PIN ada m-pin dan sebagainya yang itu kalau di dunia digital di sini kan kuncinya di situ,” jelasnya.
“Digitalisasi kan ilmu ya, sebuah ilmu teknologi informasi di mana ilmu itu bisa dipelajari banyak orang, tergantung orang yang mempelajari untuk berbuat apa? kalau yang mempelajari ilmu untuk berbuat jahat sangat mudah juga untuk menjebol itu,” tandasnya.
Dari sini menjadi catatan, bagaimana pentingnya mempraktikkan perlindungan keamanan digital dalam transaksi perbankan seperti seperti penggantian password berkala, jangan berikan datamu kepada orang lain dan masih banyak lainnya.(Adv-02)