Beranda Headline Tolak Money Politics Demi Kejayaan Demokrasi di Indonesia

Tolak Money Politics Demi Kejayaan Demokrasi di Indonesia

Oleh: Ketua Perkumpulan Reksobhumi Indonesia Dr. M Kholidul Adib, SHI, MSI.

Ketiga, para kandidat sudah memanaskan mesin politiknya masing-masing dengan mengadakan konsolidasi dan penguatan tim pemenangan resmi. Tim ini biasanya melibatkan gabungan dari unsur partai, tokoh masyarakat, tokoh ormas dan berbagai elemen masyarakat. Tim juga dibentuk hingga tingkat kecamatan dan desa. Bahkan sudah ada yang memulai melakukan pendataan pemilih agar nantinya benar-benar memilih kandidat yang diinginkan oleh tim pemenangan.

Keempat, di luar tim pemenangan resmi, pasangan calon juga sudah mulai membuat tim relawan di berbagai komunitas dengan melibatkan para tokoh masyarakat, tokoh ormas, tokoh agama dan tokoh pemuda bahkan alumni sekolah atau pesantren. Tim relawan yang dibentuk juga sudah mulai rajin melakukan pertemuan di komunitasnya masing-masing. Keberadaan tim relawan ini akan memperkuat kerja tim pemenangan resmi. Dalam sejumlah kasus kadang tim relawan kerjanya lebih maksimal ketimbang tim pemenangan resmi.  

Baca juga: Tani Merdeka Siap Menangkan Pilgub Jateng dan Pilkada Karanganyar

Kelima, untuk memenangkan pilkada tentu membutuhkan biaya yang sangat besar, baik untuk membiayai mesin partai, bahan-bahan sosialisasi, konsumsi dan transportasi tim sukses, hingga mempersiapkan dana untuk memberikan “sedekah politik” kepada masyarakat pemilih. Pemberian ini biasanya terjadi pada hari tenang atau hari H pencoblosan. Istilah “sedekah” ini sering disampaikan oleh para tim sukses.

Money Politics

Kecenderungan politik neo-liberal di era reformasi kalau pemilu berbiaya mahal. Seorang calon kepala daerah kalau hendak menang tidak cukup hanya modal visi misi dan kekuatan partai saja, tetapi juga harus menyiapkan uang besar untuk kepentingan biaya kampanye, sosialisasi hingga money politics.

Untuk Pilkada Kabupaten/kota, pada tahun 2020, jika ada 1 juta pemilih di suatu kabupaten/kota, dengan asumsi yang menggunakan hak suaranya ada 1 juta pemilih yang menggunakan hak suaranya di TPS, maka Paslon harus menggelontorkan 800,000 amplop berisi 50,000 (total 40 miliar).

Agar efektif amplop akan disebar menyasar ke para pemilih yang masuk kategori menengah ke bawah. Itu baru hari H saja. Jika ditambah dengan biaya kampanye, sosialisasi dan operasional selama kampanya yang minimal bisa nembus 10 miliar maka total paslon harus menyiapkan uang 50 miliar. Itu angka minimal yang harus disiapkan paslon. Sehingga untuk pilkada 2024 bisa saja biaya pemenangan paslon bisa menembus angka 70 hingga 100 miliar.

Biaya politik kita sudah sangat mahal. Tidak hanya untuk pilkada tetapi juga untuk pileg dan pilpres. Hasil penelitian saya saat pemilu legislatif tahun 2024, rata-rata caleg RI yang jadi habis antara 10 – 30 M. Caleg jadi provinsi antara 3-10 M.

 Caleg jadi kab/kota antara 1-3 M. Ada memang caleg jadi yang habis uang di bawah rata-rata angka tersebut tapi jumlahnya sangat kecil. Hal ini juga terjadi pilpres atau pilkada. Untuk jadi presiden butuh biaya 2-10 trilyun. Untuk jadi gubernur butuh kisaran 300-500 milyar.

Halaman selanjutnya…

Exit mobile version