32 C
Semarang
, 21 November 2024
spot_img

Fakultas Hukum UNDIP Terbitkan Anotasi Putusan Hakim Terpidana Mardani H Maming

Fakultas Hukum Universitas Diponegoro (UNDIP) buka suara dengan menerbitkan anotasi atau kajian yang mengkritisi dugaan kekhilafan majelis hakim dalam putusan terhadap mantan Bupati Tanah Bumbu Mardani H Maming.

Semarang, JatengNews.id – Fakultas Hukum Universitas Diponegoro (UNDIP) buka suara dengan menerbitkan anotasi atau kajian yang mengkritisi dugaan kekhilafan majelis hakim dalam putusan terhadap mantan Bupati Tanah Bumbu Mardani H Maming.

Tim Pengkaji Putusan Fakultas Hukum UNDIP secara tertulis menyatakan, pengajuan kajian akademik berupa anotasi atas putusan hakim yang telah inkracht semata-mata ditujukan untuk memberikan komentar, koreksi serta saran kepada jajaran pengadilan agar dimanfaatkan sebagaimana semestinya agar tidak terjadi kekeliruan. Sehingga keadilan benar-benar dapat dirasakan oleh pencari keadialn (justice seeker).

Anotasi putusan ini disusun dan ditulis berdasarkan kebebesan akademik oleh Tim Pengkaji Putusan Fakultas Hukum UNDIP yang terdiri dari Prof. Dr. Retno Saraswati, S.H., M.Hum, sebagai pengkaji dari sisi Hukum Tata Negara. Prof. Dr. Yos Johan Utama, S.H., M.Hum, sebagai pengkaji dari sudut pandang Hukum Administrasi Negara serta Hukum Pidana). Kemudian, Prof Dr. Yunanto, S.H., M.Hum, sebagai tim pengkaji Hukum Perdata  dan Dr. Eri Agus Priyono, S.H., M.Si, sebagai tim pengkaji dari sisi Hukum Perdata.

Baca juga: BRIN Tempatkan UNDIP Daftar Top Kolaborator 2024

Dalam jumpa pers yang digelar di Kampus Fakultas Hukum Undip, Rabu (30/10/2024), Prof Retno yang juga Dekan Fakultas Hukum Undip memaparkan hasil kajian akademis yang menghasilkan anotasi atas putusan aquo sebagai berikut.

Pertama, terpidana Mardani H Maming dipidana baik pada putusan Pengadilann Negeri Banjarmanin Nomo 40/Pid.Sus-TPK/2022/PN.Bjm, Putusan Pengadilan Tinggi Banjarmasin Nomor 3/PID.SUS-TPK/2023/PT BJM, Putusan Mahkamah Agung-RI Nomor 3741 K/Pid.Sus/2023, karena dinyatakan terbukti bersalah melakukan pidana korupsi.

Kedua, Prof Retno menambahkan, terpidana Mardani H Maming dipidana pada setiap tingkatan pengadilan diawali karena menerbitkan keputusan Bupati Tanah Bumubu Nomor 296 tahun 2011 tentang Persetujuan Pelimpahan Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi Batubara PT Bangun Karya Pratama Lestari kepada PT Pelindo Cipta Nusantara tanggal 16 Mei 2011 yang dianggap melanggar ketentuan administarasi dan diikuti perbuatan di lapangan hukum keperdataan berupa transaksi keuangan yang diduga sebagai tindakan kamuflase suap kepadanya dan akhirnya dikonklusikan serta dikontruksikan sebagai tindak pidana korupsi.

Ketiga, Prof. Dr. Yos menambahkan, tim anotasi menemukan beberapa fakta dan pertanyaan dalam pertimbangan putusan yang diduga dapat menunjukkan bukti adanya dugaan kekhilafan hakim atau kekeliruan yang nyata dalam mengkonstruksikan mempertimbangkan dan menetapkan putusan sebagai berikut.

Yos Johan melanjutkan majelis hakim pidana diduga khilaf dan keliru dalam menerapkan hukum karena ketentuan yang dijadikan dasar dituduhkan kepada terpidana yakni pasal 97 ayat 1 UU No. 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara adalah salah alamat, karena larangan itu ditunjukan hanya untuk pemegang IUP dan IUK.

“Fakta yuridis menunjukkan bukti bahwa Mardani H Maming selaku Bupati dan sekaligus pejabat tata usaha negara mempunyai kewenangan atributif menerbitkan IUP dan IUPK sebagaimana diatur dalam pasal 37 ayat 1 undang-undang nomor 4 tahun 2009 tentang pertambangan, mineral dan batubara,” ungkap Prof. Yos Rektor Undip Periode 2015-2024.

Prof Yos melanjutkan majelis hakim pidana diduga khilaf dan keliru karena tidak berwenang atau tidak mempunyai kompetensi untuk menguji keputusan adiminstrasi yang dilakukan terpidana dan kemudian menyatakan adanya pelanggaran adminsitasi.

“Karena faktanya keputusan aquo belum pernah dinyatakan batal oleh pengadilan yang berwenang (PTUN) dan oleh karenanya secara hukum berdasarkan prinsip presumption iuta causa keputusan aquo masih sah dan berlaku. Sehingga secara hukum pula belum bisa dikatakan ada pelanggaran administasi yang bersinggungan dengan tindak pidana,” tegas Prof Yos.

Dilanjutkan, Prof. Yunanto menambahkan mejelis hakim pidana diduga khilaf atau keliru karena terlalu cepat dan sumir menetapkan seolah-olah adanya kesepakatan diam-diam berbentuk suap dengan menggunakan indikasi adanya transaksi bisnis di lapangan keperdataan.

“Kami (Tim pengkaji dan pembuat anotsi) tidak melihat Majelis Hakim pidana mengungkap dan membuktikan adanya kejanggalan transaksi keperdataan yang dilakukan oleh PT Prolindo Cipta Nusantara, PT Permata Abadi Raya, PT Trans Surya Pratama, PT Angsana Terminal Utama, PT Batulicin Enam Sembilan serta transaksi keperdataan lainnya sebagai kamuflase suap. Justru sebaliknya fakta yang ada semua transaksi bersumber dari adanya perjanjian sah diantara institusi yang menimbulkan hak dan kewajiban pada masing-masing pihak, dan tidak pernah dibatalkan,” ujar Prof Yunanto.

Dr. Eri menambahkan, secara pembuktian a contrario, andai benar konstruksi hukum yang dibangun Mejelis Hakim pidana tersebut yang menyatakan transaksi kamuflase suap, tetapi fakta menunjukkan bahwa justru telah disepakati adanya pernyataan release and discharge diantara perusahaan yang terlibat, artinya diantara mereka sudah tidak ada lagi hak dan kewajiban setelah dilakukan transfer kewajiban tersebut.

Baca juga: Rektor UNDIP: Peringatan Hari Sumpah Pemuda Momentum Untuk Terus Maju dan Bersemangat

“Hal ini berarti membuktikan bahwa pembayaran tersebut benar-benar transaksi bisnis dan bukan transaksi kamuflase suap,” tegas Dr. Eri.

Keempat, lanjut Prof Retno, bahwa dari serangkaian temuan yang didapat tim pengkaji akademik berupa anotasi putusan aquo, cukup membuktikan secara akademis dugaan adanya kekhilafan hakim atau kekeliruan yang nyata yang dilakukan Majelis Hakim pidana dalam mengkonstruksikan, mempertimbangkan dan memutuskan perkara aquo.

“Demikian kajian akademik kami (tim pengkaji) berupa anotasi putusan hakim. Semoga dapat dimanfaatkan sebagai semestinya. Kami (tim pengkaji) mohon maaf apabila terdapat hal-hal yang kurang berkenan kepada siapapun baik dalam cara dan hasil kajian akademik berupa anotasi putusan aquo serta membuka ruang diskusi untuk menyempurnakan anotasi putusan tersebut,” tutup Prof Retno. (01)

Berita Terkait

BERITA TERBARU

- Advertisement -spot_img

BERITA PILIHAN