Semarang, Jatengnews.id – Fenomena ketakutan untuk menikah baru-baru ini menjadi trending topik di Indonesia dengan tagline ‘marriage is scary‘ yang memiliki arti ‘pernikahan itu menakutkan.
Jika melihat data Badan Pusat Statistik (BPS) dua tahun lalu, memang ditemukan trend penurunan pernikahan. Data dari BPS menyebutkan pada 2023 jumlah pernikahan di Indonesia mengalami menurun sebanyak 128.000 dibandingkan dengan tahun 2022.
Baca juga : Dua Bulan Menikah, Istri Dianiaya Suami Hingga Meninggal
Psikolog Universitas Diponegoro (Undip), Amalia Rahmandani menyebutkan, fenomena ini disebabkan karena beberapa faktor termasuk adanya informasi negatif soal pernikahan di media massa maupun media sosial.
“Tetapi yang kita amati sekarang itu cukup banyak mereka memutuskan untuk tidak menikah sebagai akibat dari paparan media,” jelasnya saat ditemui di kantornya, Selasa (17/9/2024).
Berangkat dari informasi-informasi tersebut, menjadikan masyarakat menjadi mempertanyakan kembali kepada diri mereka apakah hal-hal negatif yang ia lihat di media ini bakal terjadi ke kehidupannya.
“Artinya dia berpikir ulang bahwa pernikahan itu adalah sesuatu hal yang tadinya menjadi cita-cita pada akhirnya tergeser menjadi suatu hal yang oke nanti deh saya pikirkan nanti lagi,” jelasnya, situasi psikologi generasi muda Indonesia saat ini yang usianya sudah siap menikah.
Dirinya juga membenarkan adanya data BPS yang menunjukan penurunan angka pernikahan. “Nah usut punya usut salah satunya, diantaranya karena marriage is scary ini. Meskipun dia tidak satu-satunya alasan untuk membuat orang untuk memutuskan tidak menikah,” terangnya.
Tren yang hari ini ramai, tentu merupakan salah satunya dorong media yang akhirnya menjadikan viral sehingga menjadi pembahasan bersama dan muncul ‘marriage is scary’.
“Jadi penurunan angka pernikahan terjadi karena alasan pandangan mengenai pernikahan yang menakutkan, ketakutan akan kegagalan,” ujarnya.
Artinya, mereka ini menunda atau tidak ingin menikah karena memiliki ketakutan yang mengakibatkan kegagalan, seperti perselingkuhan.
“Apalagi ketika isu-isu perselingkuhan itu kita amati dari orang-orang yang rasa-rasanya kehidupannya itu sangat sempurna sebelum ini di dalam kehidupan pernikahan,” ungkapnya.
Kiranya, dengan hadirnya ketakutan menikah tersebut dari sosok yang di anggap sebagai ideal namun terjadi kegagalan, tentu menambah faktor ketakutan.
“Artinya ketika kemudian seorang pengamat atau seorang katakanlah fans ya, jangankan fans lah siapapun itu, tetapi kemudian berbalik 180 derajat maka bayangan mengenai gambaran keluarga yang harmonis itu menjadi rusak,” tuturnya.
Baca juga : Pemprov Jateng Gandeng LDII, Kolaborasi Cegah Stunting dan Ketahanan Pangan
Termasuk juga munculnya isu kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), penelantaran anak dan lainnya yang menjadi pemicu ketakutan. (Kamal-03)