Semarang, JatengNews.id – Aroma intimidasi Kepolisian kepada Mahasiswa ‘Demo Pemakzulan Jokowi’ tidak berhenti sampai di lokasi aksi saja.
Namun mereka menyisir sekitar kampus-kampus yang menjadi tempat nongkrong di Kota Semarang, Kamis (29/8/2024).
Sebelumnya, demo mahasiswa yang ada di Jalan Pemuda, Kota Semarang tersebut, terpantau sangat ricuh lantaran para masa demo yang tidak diwujudkan tuntutannya.
Sementara pihak kepolisian mengerahkan pasukan untuk menekan mahasiswa bubar dari lokasi pada saat hari mulai petang dengan tindakan-tindakan represifitasnya.
Kapolrestabes Semarang, Kombes Pol Irwan Anwar mengakui, bahwa dalam pengamanan demo pada Senin (26/8/2024) lalu, telah meminta bantuan dari kesatuan kepolisian di daerah sekitar Kota Semarang.
“Kita mengerahkan personil sebabnya 1541 (anggota kepolisian). Kita dibantu Polda Jateng dan Polres tetangga Semarang Raya,” ungkapnya kepada awak media pada Senin (25/8/2024) lalu.
Pengerahan aparat yang tidak sedikit ini, alhasil bukannya semakin humanis dalam pengamanannya, namun semakin ricuh dan mengakibatkan banyak korban berjatuhan akibat penggunaan gas air mata yang berlebihan.
Awak media memotret, ada banyak masa aksi yang terjatuh, pingsan dan hingga ada yang mengalami rasa trauma atas kejadian tersebut.
Pasalnya, tindakan tersebut dilakukan karena sudah memasuki waktu malam dan masa dirasa sudah habis waktunya.
Baca juga: Ribuan Mahasiswa Sampaikan Tuntutan ke DPRD Surakarta, Tunjukkan Demo Yang Benar
Dentuman gas air mata yang ditembakan tersebut, efeknya bahkan sampai menyasar ke perkampungan rumah warga termasuk mengganggu anak-anak yang mengaji di Masjid Sekayu Kota Semarang.
Bukannya melakukan evaluasi, saat ini Polisi sibuk menacari siapa yang menggerakan para siswa yang dianggap melanggar aturan.
“Dari mereka kita akan mendalami melalui informasi-informasi keterangan mereka siapa yang menggerakkan. Seharusnya tidak melibatkan anak-anak dalam proses unjuk rasa,” jelas Irwana.
Bahkan, Irwan menyatakan bakal menangkap beberapa masa aksi dengan beberapa bukti yang telah di siapkan oleh anggotanya.
“Koordinator aksi pasti (kita cari), itu akan kita arahkab siapa yang menggerkan adek-adek mahasiswa untuk melakukan penyerangan pengerusakan. Bukti sudah ada, tinggal kita tindak lanjuti,” paparnya.
Tak berhenti disitu, tercatat juga ada salah seorang korban yang mengalami beberapa luka lobang dibagian betis kirinya yang diduga karena tembakan pluru karet.
“Dugaan peluru karet tersebut, diperkuat dengan hasil pemeriksaan dari RSI Sultan Agung karena ada sisa serpihan-serpihan tersebut,” ungkap para medis yang membantu korban saat kejadian tersebut, Marta.
Praktik Intimidasi
Tak berhenti dilokasi demo, praktik represifitas dan intimidasi ternyata juga terjadi hingga Rabu (28/8/2024) kemarin, di beberapa tempat kumpul mahasiswa.
Seperti yang terjadi dalam salah satu kampus Negeri di Kota Semarang, beberapa hari setelah aksi demo ini banyak mendapatkan intimidasi atau sweeping dari para aparat yang terlihat tidak mengenakan sragam atau acapkali disebut dengan intel.
Salah satu kejadiannya, ada mahasiswa yang saat di jalan tiba-tiba diikutin dua orang tak dikenal dengan mengenderai motor crf, dengan plat nomor merah H.
“Terus tiba-tiba di cegat dan mereka pertama bilang, ‘kamu aktivis yang ikut demo turun ke jalan ya?’, ku jawab aja ‘maaf pak saya enggak tau ada demo dan saya enggak ikut jadi aktivis yang turun ke jalan’,” ungkap korban menceritakan bagaimana aparat menyisir sampai ke wilayah dekat kampusnya.
Tak hanya sebatas ditanya, mahasiswa tersebut juga secara tiba-tiba diambil kontak motornya dan hpnya secara paksa oleh dua orang dengan ciri-ciri mengenakan sepatu booth, dengan pakain kaos, celana panjang dan vest hitam.
Baca juga: Ribuan Ojek Online Akan Demo di Depan Istana Negara
“Identitasku diminta KTP dan KTM, untung saya sedang tidak membawanya. Sehingga hanya menunjukan fotonya saja,” paparnya.
Untungnya, korban intimidasi aparat ini mendapatkan bantuan warga lokal yang tiba-tiba meneriakinya sehingga tidak sampai ketahap represifitas lebih jauh.
“Terus ada warlok bilang gini, ‘Pak tidak semua orang yang mahasiswa ikutan demo, kalau dia bilang nggak tau berarti dia nggak ikut-ikutan pak’. Terus ada yang bilang lagi, ‘jangan buat berisik di kampung sini, kalau mau berisik di jalanan aja’,” ungkapnya mengingat bagaimana dirinya akhirnya selamat dari tindakan intimidasi tersebut.
Singkatnya kunci dan hp mahasiswa tersebut dikembalikan dan mereka pergi. Bahkan, praktik-praktik intimidasi seperti ini juga dilakukan dilingkungan mahasiswa yang sedang nongkrong.
Kabarnya, diantara mereka ada yang dengan terang-terangan menunjukan sebuah foto seseorang yang diduga peserta aksi demo.
Polisi Sweeping Mahasiswa Demo
Temuan praktik intimidasi atau sweeping terhadap mahasiswa yang melakukan demonstrasi oleh Polisi, dirasa bagian dari bentuk mencidrai demokrasi yang telah diperjuangan para aktivis pada masa 1998.
Komisioner Pengkajian dan Penelitian Komnas HAM, Saurlin P Siagian menyatakan, dirinya usai terjadi demo yang berakhir ricuh pada Senin (26/8/2024) kemarin, melakukan investigasi di Kota Semarang.
“Terkait sweeping ke kampus-kampus kami malah belum mendapatkan informasi. Kalau seandainya ada tindakan sepertu itu (sweeping) nanti kami sampaikan supaya Polda juga menjaga sikap,” ungkap Saurlin saat ditemui awak media pada Kamis (29/8/2024).
Kiranya praktik sweeping seperti ini, bisa memberikan efek trauma yang tinggi kepada para mahasiswa sehingga tidak berani kembali mengikuti demo.
“Peristiwa Senin (26/8/2024) jangan sampai menjadi trauma bagi masyarakat. Itu sesuatu yang positif dan masyarakat perlu menyampaikan aspirasinya untuk menjaga keseimbangan. Tapi, tetap kami imbau harus pada koridor tanpa kekerasan,” jelasnya.
Pelajar Berhak Mengikuti Demo
Pasca terjadinya Demonstrasi di Balaikota Semarang pada Senin (29/8/2024) lalu, tercatat 32 orang yang ditangkap oleh aparat kepolisian yang akhirnya dibebaskan.
Mereka menyebutkan, 22 diantaranya merupakan siswa SMK atau STM yang berasal dari berbagai sekolah di Semarang raya.
Puluhan siswa ini, dirasa ada pihak-pihak yang menggerakannya dan menurutnya para siswa ini tidak boleh mengikuti aksi demonstrasi.
Komnas HAM membantah hal tersebut, Saurlin menjelaskan, bahwa jika ada pelajar yang berani melakukan demonstrasi, kiranya itu sebuah hal yang positif.
Baca juga: Persma Jadi Korban Kekerasan Oknum Aparat Dalam Demo Mahasiswa di Balaikota Semarang
“Ini bentuk dari ekspresi kebebasan berpendapat, tentu kita bersyukur bahwa ini iklim yang baik dalam demokrasi bahwa demonstarsi itu bisa dilindungi di berbagai tempat dan muncuk dengan baik, namun perlu perlindungan dari negara,” jelasnya kepada awak media.
Bahkan dirinya menyinggung, bahwa ketika ada pihak yang tengah melakukan demonstrasi, maka aparat dan negara memiliki kewajiban melindungi bukan mengintimidasi.
“Kami tentu akan memastikan hak-hak menyampaikan pendapat itu, termasuk salah satunya kepada pelajar. Kalau ada pelajar yang menyampaikan pendapat itu hal yang positid juga sebenarnya,” jelasnya. (Kamal-01)