Semarang, Jatengnews.id – Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang hanya bertahan sekitar 24 jam, gegerkan jagat maya, sehingga banjir posting peringatan darurat dengan simbol lambang negara burung Garuda.
Mulanya, MK memutuskan syarat pencalonan dalam pilkada tetap di usia 30 tahun minimal, pada Selasa (20/8/2024) kemarin.
Baca juga : Jokowi Kukuhkan 76 Anggota Paskibraka Tahun 2024, Ini Nama Lengkapnya
“Keputusan MK itu paling tidak berperan menjaga demokrasi dari praktik oligarki yang sudah kelihatan nampak sekali,” ungkap Pakar Politik Universitas Diponegoro (Undip), Wahid Abdurrahman saat dihubungi, Rabu (21/8/2024).
Namun, pada Rabu (21/8/2024) siang ini, muncul putusan dari Panitia Kerja (Panja) revisi UU Pilkada Badan Legislasi (Baleg) DPR RI perihal aturan batas usia mengikuti putusan MA.
Melihat situasi ini, tentu putra bungsu Jokowi yakni Kaesang Pangarep yang mendapatkan keuntungan besar lantaran namanya yang sebelumnya tak bisa daftar Pilkada sekarang menjadi bisa maju.
Telah diwartakan sebelumnya, bahwa nama Kaesang Pangarep memang telah digadang-gadang bakal maju dalam Pilgub Jateng.
Kiranya, situasi ini memang telah sejak sebelum Pilpres lalu dimana muncul keputusan MK yang melanggengkan Gibran Raka Bumingraka bisa mencalonkan diri sebagai Wakil Presiden.
“Saat ini situasi demokrasinya sudah tidak ideal, karena aturan-aturan diubah saat proses pilkada tengah berjalan,” paparnya kepada Jatengnews.id.
Kiranya, secara ideal memang MK waktu itu dan sekarang sama-sama offside atau keluar jalurnya lantaran memutuskan perubahan minimal kursi untuk maju pilkada tidak harus 20 persen.
“Dalam prespektif ini Mahkamah Konstitusi lebih punya nurani untuk menyelamatkan demokrasi yang hampir dibajak oleh oligarki,” ujarnya.
Artinya, meskipun saat MK kembali offside, kali ini ada yang lebih parah yakni kelompok oligarki pendukung putusan MA dan menganulir putusan MK.
“Bagaimanapun sangat kentara bahwa itukan dibuat untuk melenggangkan langkah Kaesang aja untuk menjadi calon gubernur atau calon wakil gubernur ya kan,” tuturnya.
Bobroknya lagi, demokrasi nagara Indonesia ini mulai musnah, dan politik terkuat menjadi objek terkuat untuk mengatur dan mengubah-ubah aturan nagara.
“Jika memang DPR dan lingkaran Baleg itu masih menganggap nilai Demokrasi, harus nya putusan MK itu benar dan mengikat. Tapi kan hari ini ada konsul KPU DPR dan pemerintah. Bahkan ada revisi Undang-Undang Pilkada,” paparnya.
Kiranya praktik yang dilakukan ini, bagian dari Koalisi Indonesia Maju (KIM) plus yang menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuannya.
“Ini menurut saya bahaya, tahapan pilkada sudah jalan. Tapi ditengah jalan regulasi berubah,” katanya.
Situasi ini, menciptakan ketidak pastian politik dan hukum sehingga menjadi PR dan evaluasi untuk Pemilu dan Pilkada serentak 2024 ini.
“Saya kira Jokowi ini memberikan contoh teladan yang sangat tidak baik. Ini hasrat politiknya terlalu besar untuk melakukan konsolidasi kekuasaan. Tidak hanya pada level regulasi, tapi pada level partai politik saya kira,” jelasnya.
Langkah politik yang dilakukan Jokowi ini, kiranya terlalu jelas atau kentara dan menjadi praktik yang tidak baik dilakukan olehnya.
Baca juga : Jelang Lengser Jokowi Naikkan Tunjangan Anggota KPU 50 Persen
“Ini tetap ada campur tangan Jokowi dan keluarga solo, mulai dari cawapres, sampai dengan memborong tiket DKI dan terlalu cawe-cawe di wilayah. Menurut saya ini episentrum Jokowi yang terlalu kuat dan banyak penyanderaan hukum, sehingga dampaknya seperti ini,” tandasnya. (Kamal-03)