Semarang, Jatengnews.id – Masa peralihan Kemerdekaan RI pada tahun 1946 dulu, ternyata menyisakan kisah mencekam dimana pejuang kemerdekaan RI dibrondong peluru dalam sebuah rumah di Rt/Rw 5/22 Tlogosari Kulon, Pedurungan Kota Semarang.
Setahun setelah Indonesia menyatakan kemerdekaannya, daerah yang akrab dipanggil dengan Kampung Bugen ini, diserbu oleh pasukan Belanda dan sekutunya, tepatnya pada bulan Muharram (Hijriyah) tahun 1946 Masehi.
Pada masa itu, meskipun Jepang telah kalah dan Indonesia menyatakan kemerdekaan, Belanda dan sekutu enggan mengakui kemerdekaan Indonesia, sehingga terjadilah penyerangan-penyerangan yang mengakibatkan meninggalnya banyak pasukan.
Baca juga: Makna Kemerdekaan RI Bagi Pelajar Sragen
Hingga puncaknya muncul Agresi Militer Belanda I pada 21 Juli 1947 sampai 5 Agustus 1947 di wilayah Jawa dan Sumatra. Jika melihat gejolaknya, pada tahun 1946 itu, di kampung Bugen yang dulu masuk bagian dari wilayah Demak, menjadi tempat persembunyian para pejuang kemerdekaan.
Tepat di rumah almarhum Haji Musthofa yang memiliki dinding kayu, menjadi bagian dari bukti sejarah bagaimana negara menghabiskan banyak darah dan nyawa untuk merdeka.
“Dulu disini jadi tempat persembunyian para pahlawan dari berbagai daerah, seperti Boyolali, Sragen, Klaten, Magelang dan lainnya,” ungkap cucu dari dari Haji Musthofa, Ponidi (57) Jumat (9/8/2024).
Nahasnya, rumah tersebut juga menjadi bagian dari cerita sejarah kelam dimana desir peluru senapan api pernah menembus dinding kayunya.
Sisa lobang bekas berondongan peluru terlihat jelas masih membekas dimana dulu melayangkan nyawa para pejuang Kemerdekaan Indonesia.
“Jika berdasarkan cerita dari salah satu korban yang dulu selamat dari penyerbuan belanda ini, menyebutkan ada 74 pejuang kemerdekaan yang meninggal disini. Orangnya sudah meninggal sekarang (pejuang kemerdekaan),”ungkap pria yang juga menjabat sebagai ketua Rt setempat tersebut.
Menurutnya, rumah milik kakeknya ini diserbu oleh pasukan Belanda yang mendarat dari Pelabuhan Tanjung Emas Semarang jelang Agresi Militer Belanda I.
Menurut cerita yang ia terima dari sosok prajurit asal Sragen yang selamat dari insiden tersebut, pada masa itu masyarakat sampai mengungsi hingga ke daerah Karangawen Demak dan beberapa wilayah di Grobogan.
Saksi Sejarah yang Telah Usang
Jika mendengar cerita yang beredar, tidak hanya satu rumah ini yang dulu menjadi persembunyian para pahlawan, namun ada rumah lain yang saat ini telah dibangun atau direnovasi oleh pemiliknya.
Bahkan, bangunan milik kakek Ponidi ini pun telah mengalami beberapa renovasi, karena kondisinya rusak dan sudah cukup tua bangunannya.
“Dulu yang parah itu bagian depannya ini sudah diganti. Dibagian dalamnya itu juga sudah ditambah dinding kayu dari dalam sekitar tahun 1978 karena kondisinya bolong (berlubang),” kisahnya.
Saat ini, tinggal bagian dinding kiri dan kanan rumah yang masih asli atau tidak diubah dari masa kejadian pembantaian waktu itu.
Bagian lantai rumah tersebut, telah dilakukan peninggian sekitar 30 centimeter karena didaerah tersebut merupakan lokasi yang rawan banjir.
“Saya mau merubah itu seperti sayang karena saksi sejarah. Cuman kalau tidak di perbaiki ya nanti rusak,” ungkapnya.
Karena ini bagian dari bangunan bersejarah, dirinya menyayangkan pihak pemerintah sampai hari ini tidak melirik bangunan tersebut untuk dijadikan cagar budaya.
“Selama ini pemerintah nggak ada perhatian, nggak diakui lah,” kaluhnya. Padahal, beberapa kali dari kalangan akademisi telah datang ke lokasi dan melakukan penelitian hingga mencocokan ke arsip yang ada di Belanda.
“Yang saat ini bisa kita lakukan mengenalkan ke anak-anak cucu kita. Yang aktif itu malah sekolah-sekolah sama ada Unika Soegijapranata,” ungkapnya.
Berubahnya Nama Kampung Untuk Para Pahlawan
Mengingat awal nama kampung ini, dulunya bernama Bugen bagian dari Kabupaten Demak dan kini menjada Syuhada, Kota Samarang. Syuhada sendiri memiliki arti orang mati dalam perjuangan peperangan atau orang mati syahid.
Artinya, nama kampung atau jalan Syuhada ini bagian dari upaya masyarakat sekitar untuk penghargaan kepada para pahlawan yang gugur di tahun 1946 dulu.
“Perubahaan itu (nama kampung), tahun 90 an,” ujarnya mengungkapkan pengabadian daerah tersebut untuk para pahlawan.
Baca juga: Hotel GranDhika Pemuda Semarang Hadirkan Promo Spesial Sambut Kemerdekaan RI
Ceritanya, pada masa itu mereka para pahlawan yang meninggal di Kampung Bugen dimakamkan di dekat rumah Haji Musthofa.
Terlihat dilokasi tersebut memang terdapat batunisan yang berada didalam bangunan untuk para peziarah. Warga sekitar biasa menyebutnya ‘Makam Pahlawan Kampung Syuhada’.
“Dulu dimakam ini ada 74 jenazah yang dimakamkan disini, namun sekarang tinggal 34. Dulu pernah dibongkar tahun 1960 an, 40 jenazah dipindahkan ke ‘Makam Pahlawan’ (jalan Pahlawan Kota Semarang),” terangnya.
Setiap Minggu kedua bulan, masyarakat melakukan haul untuk mengenang jasa para pahlawan yang gugur dalam pertempuran tersebut. (Kamal-02)