Beranda Ekonomi PLN Sebut Indonesia Miliki Potensi Besar Maksimalkan Biomassa Melalui Co Firing Untuk...

PLN Sebut Indonesia Miliki Potensi Besar Maksimalkan Biomassa Melalui Co Firing Untuk Pengganti Batubara

Dari kanan : Direktur Biomassa PLN Energi Primer Indonesia (EPI) Antonius Aris Sudjatmiko diampingi Direktur Utama PLN Energi Primer Indonesia (EPI) Iwan Agung Firstantara dan Direktur Bio Energi Ditjen EBTKE KESDM Edi Wibowo dan Wakil Ketua IV MEBI Widi Pancono saat menyampaikan keterangan kepada wartawan Selasa (23/07/2024). (Foto : Naz)

Semarang, Jatengnews.id – Direktur Utama PT PLN Energi Primer Indonesia Iwan Agung Firstantara menyatakan bahwa PLN EPI tengah mengimplementasikan program co-firing, yaitu substitusi batu bara dengan biomassa pada rasio tertentu. Program ini merupakan langkah nyata menuju pencapaian Net Zero Emission (NZE) pada tahun 2060.

Iwan menjelaskan bahwa Indonesia memiliki potensi besar dalam menghasilkan biomassa.

Baca juga : Redam Electric PLN, Putri Jakarta BIN Raih Juara Perdana Proliga 2024

“Tahun 2021, PLN Group telah menggunakan 250.000 metrik ton biomassa untuk cofiring PLTU. Tahun 2022, jumlah ini naik menjadi 500.000 metrik ton, dan pada tahun 2023 mencapai lebih dari 1.000.000 metrik ton. Tahun ini, target kami adalah menyediakan 2,2 juta ton,” paparnya dalam Focus Group Discussion (FGD) dengan tema “Risiko, Tantangan, dan Mitigasi pada Tatanan Rantai Pasok dan Komponen Pembentuk Harga Batu Bara dan Biomassa serta Energi Baru Terbarukan (EBT) Lainnya” di Padma Hotel, Semarang, Selasa (23/7/2024).

Pemanfaatan biomassa untuk co-firing dan pengganti batu bara mendapat dukungan dari Kementerian ESDM. Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 12 Tahun 2023 tentang “Pemanfaatan Bahan Bakar Biomassa Sebagai Campuran Bahan Bakar Pada Pembangkit Listrik Tenaga Uap” telah diterbitkan untuk memberikan payung hukum penggunaan biomassa.

Direktur Bioenergi, Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM, Edi Wibowo, mengatakan bahwa peraturan ini masih menunggu harmonisasi dengan Peraturan Menteri Keuangan yang sementara dalam proses untuk direvisi

Edi berharap potensi biomassa di Indonesia dapat dikembangkan secara optimal. “Indonesia perlu mengembangkan sumber bioenergi alternatif yang berkelanjutan dan tidak bersaing dengan produksi pangan, yaitu dengan memanfaatkan waste atau sampah/limbah seperti limbah pertanian, perkebunan dan kehutanan serta sampah organik perkotaan, dan tanaman khusus energi,” ujarnya.

Kementerian Keuangan juga memberikan dukungan penuh terhadap program co-firing. Hilman Qomarsono, Kepala Seksi Risiko Pinjaman pada BUMN Direktorat PRKNDJPPR, menyatakan bahwa Menteri Keuangan telah memberikan arahan untuk mendukung secara maksimal pengembangan ekosistem biomassa.

Nani Hendiarti, Deputi Bidang Koordinasi Pengelolaan Lingkungan dan Kehutanan Kemenko Marves, menyampaikan bahwa co-firing dan pemanfaatan biomassa turut meningkatkan penciptaan lapangan pekerjaan. “Ketersediaan biomassa yang cukup banyak, jika dikelola dengan baik, dapat menjadi sumber energi untuk program co-firing dan menciptakan lapangan pekerjaan,” katanya.

Dalam diskusi ini, perwakilan dari PT Elektrika Konstruksi Nusantara Kalimantan Barat, Novariandi, menjelaskan bahwa pabriknya terus beroperasi dengan menyerap tenaga kerja lokal untuk mengolah tandan kosong kelapa sawit menjadi pelet tankos yang disuplai ke PLTU.

Komisaris PT Solusi Hutama Mahesa, Roeswandi, menyebutkan bahwa biomassa memberikan peluang bagi masyarakat sekitar PLTU untuk terlibat dalam bisnis ini. “Biomassa masuk dari halaman depan, jadi masyarakat tahu bahwa mereka bertetangga dengan PLTU,” ujarnya.

Widi Pancono, Wakil Ketua IV Masyarakat Energi Biomassa Indonesia (MEBI), menegaskan bahwa pihaknya tidak hanya menebang pohon karet tua untuk biomassa, tetapi juga menyiapkan tanaman pengganti.

Sarjiya, Kepala Pusat Studi Energi UGM, menyoroti pentingnya pertimbangan harga dalam pemanfaatan energi baru terbarukan (EBT). Sementara itu, Firly Rachmaditya Baskoro dari Lembaga Afiliasi Penelitian dan Industri ITB, menyatakan bahwa batu bara masih menjadi sumber energi primer dengan ketersediaan yang cukup untuk lebih dari 50 tahun.

Arief Amir Rahman Setiawan dari Sekretariat Indonesian Life Cycle Assessment Network (ILCAN) dan BRIN, menekankan dampak global warming pada rotasi bumi. Ia menilai pentingnya energi berkelanjutan untuk mengurangi pemanasan global.

Sekretaris Jenderal Dewan Energi Nasional (DEN), Djoko Siswanto, dalam sambutannya juga menekankan pentingnya transisi energi menuju penggunaan energi hijau.

“Tujuan revisi Kebijakan Energi Nasional (KEN) adalah memberikan arah dalam upaya mewujudkan kebijakan Pengelolaan Energi yang berdasarkan prinsip berkeadilan, berkelanjutan, keterpaduan, efisiensi, produktivitas, dan berwawasan lingkungan guna terciptanya Kemandirian Energi nasional, Ketahanan Energi nasional, dan pemenuhan komitmen Indonesia dalam Dekarbonisasi,” ujarnya.

Baca juga : Listrik Aman dan Nyaman, Negara Aman, PLN Ajak Bayar Listrik Tepat Waktu!

Djoko menambahkan bahwa optimalisasi pemanfaatan biomassa melalui program co-firing dapat menjadi strategi yang efektif dalam mengurangi ketergantungan pada batu bara dan meningkatkan pemanfaatan energi terbarukan​​. (03)

Exit mobile version