Temanggung, Jatengnews.id – Alunan gending Jawa terdengar sayup-sayup seolah mengiringi gerak langkah kirab warga Desa Tuksari, Kecamatan Kledung, Kabupaten Temanggung, yang berarakan dari balai desa menuju lapangan.
Barisan ratusan orang ini seakan menyibak tebalnya kabut, yang sejengkal kemudian puncak Gunung Sumbing dan Sindoro menampakkan kegagahannya seiring dengan hangatnya sinar mentari.
Baca juga : Pameran Berkah Bumi Tampilkan Produk Unggulan Desa Sejahtera Astra Jawa Tengah
Pada barisan pertama, bregada prajurit berbaris tegap laksana jati ngarang membawa songsong dan tombak, diikuti barisan pembawa alat musik, dan deretan perempuan. Di belakangnya, warga membawa nasi bucu, ingkung ayam, tumpeng kuning, lalu dibawa serta gunungan berisi hasil bumi.
Ya, bertepatan pada hari Anggara Kasih, warga hendak merayakan satu abad lahirnya desa yang berada di punggung Gunung Sindoro ini, dan memiliki harapan besar semakin gemah ripah loh jinawi, menjadi Desa Berdikari.
“Kita wajib bersyukur, bahwa Desa Tuksari sudah berumur seratus tahun atau satu abad. Maka kita sebagai warga Desa Tuksari harus ada rasa memiliki dan bersyukur, kita semua bisa hidup di bumi Tuksari tanpa kekurangan suatu apapun. Dari hasil bumi, tanahnya masih subur, dari segi keagamaan pun bagus, maka harus kita syukuri dan harus tetap berbakti kepada leluhur kita yang sudah memperjuangkan Desa Tuksari hingga gemah ripah loh jinawi,” kata Kepala Desa Tuksari, Sukirno dikutip dari laman resmi Pemprov Jateng Jumat (05/07/2024).
Rasa syukur mereka wujudkan dengan menggelar perayaan besar, mulai dari pertunjukkan jaranan, wayangan. Lalu puncak acara dilakukan kirab dan upacara seremonial di Lapangan Desa Tuksari yang dihadiri oleh Penjabat (Pj) Bupati Hary Agung Prabowo.
Mantan Kepala Desa Tuksari, Sudarto membacakan sejarah berdirinya desa, yang sebenarnya telah jauh ada sejak zaman nenek moyang, namun kala itu belum bernama. Sejarah berdirinya Tuksari berawal digabungnya tiga wilayah pada 1830, yakni Sangkon, Bugel, dan Domangan. Setelah itu Dusun Mertan juga turut bergabung.
Sangkon kala itu dipimpin Lurah Dipoleksono, salah satu pengikut Pangeran Diponegoro. Hingga pada perkembangannya sampai Februari tahun 1924 datanglah Bupati Raden Adipati Ario Tjokrosoetomo ke desa ini, kemudian memberi nama Tuksari. Pemberian nama terinspirasi dari banyaknya mata air yang terdapat di wilayah tersebut, dan Romo Wongso Harjo Sukarno sebagai lurah pertama.
Penjabat Bupati Hary Agung mengapresiasi peringatan satu abad Tuksari, sebab dengan begini, berarti pemerintah desa hingga masyarakatnya memiliki rasa handarbeni akan keberadaan Tuksari. Seratus tahun bukanlah waktu singkat, dan masyarakat telah menunjukkan semangat gotong royong, persatuan, dan inovasi.
Baca juga : Lima Desa di Temanggung Jadi Fokus TMMD 2025
“Saya yakin dengan semangat kita, akan mampu membawa Tuksari menuju masa depan yang lebih baik, maju, sejahtera. Kepada generasi muda Tuksari, teruslah berjuang dan belajar dengan gigih, dalam rangka memajukan desa menjadi desa yang gemilang,” kata Hary. (03)