Semarang, Jatengnews.id – Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kemenkes, Yudhi Pramono mengatakan Indonesia menjadi negara dengan tingkat konsumsi minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) tertinggi di Asia Pasifik.
Yudhi menekankan pentingnya intervensi untuk mengendalikan konsumsi gula di Indonesia. Dia juga mengutip Survei Konsumsi Makanan Individu dari Litbangkes pada 2014 yang menunjukkan rata-rata konsumsi garam penduduk Indonesia adalah 2764 mg per orang per hari.
Baca juga : Dokter Sebut Alasan Minuman Kemasan yang Harus Diwaspadai
Selain itu, Survei Konsumsi Makanan Individu pada 2015 menunjukkan 27 persen penduduk Indonesia mengonsumsi lemak total melebihi batas rekomendasi harian, yaitu lebih dari 67 gram per hari.
“Kami mendorong industri pangan untuk melakukan reformulasi, yaitu menurunkan kandungan gula, garam, lemak dalam pangan sesuai batas yang telah ditetapkan,” ujar Yudhi dikutip dari Suara.com jaringan berita Jatengnews.id Jumat (05/07/2024).
Yudhi menggarisbawahi pentingnya reformulasi produk pangan untuk menurunkan kandungan GGL. Kemenkes juga mengedukasi masyarakat tentang risiko kesehatan dari konsumsi gula lebih dari 50 gram, natrium lebih dari 200 mg, dan lemak lebih dari 67 gram per orang per hari, yang dapat menyebabkan hipertensi, diabetes, dan serangan jantung.
Kemenkes juga mendorong industri pangan untuk menyediakan lebih banyak makanan dan minuman rendah GGL di sekolah, tempat kerja, supermarket, restoran, dan ruang publik lainnya. Selain itu, Kemenkes mengkampanyekan diet sehat melalui media massa dan mendorong penerapan label pada produk yang mengandung GGL.
“Kami juga mendorong pembatasan waktu tayang, lokasi, dan sasaran iklan pangan yang mengandung tinggi gula, garam, lemak,” ucapnya.
Baca juga : Minuman Serat Apakah Aman Untuk Diet, Ini Penjelasannya
Strategi lainnya termasuk menetapkan regulasi untuk mengatur kandungan GGL dalam pangan, menetapkan batas maksimum kandungan GGL, serta kebijakan fiskal untuk mengurangi konsumsi berlebihan. Kemenkes juga mendorong pembatasan iklan pangan tinggi GGL. (03)