Semarang, JatengNews.id – Awak media di Jateng gelar aksi tolak RUU penyiaran di depan Gedung DPRD Jateng dan Gubernur Jateng Jalan Pahlawan Semarang, Kamis 30 Mei 2024.
Awak media aksi tolak RUU penyiaran di depan Gedung DPRD Jateng dan Gubernur Jateng didukung bersama aliansi masyarakat sipil.
Awak media aksi tolak RUU penyiaran terdiri dari berbagai organisasi profesi jurnalis seperti, AJI, PWI, IJTI, PFI hingga persma dan gerakan Masyarakat sipil.
Baca juga: Demo May Day 2024, Mahasiswa dan Aparat Nyaris Bentrok
Ketua AJI Kota Semarang, Aris Mulayawan menyatakan dalam RUU tersebut membawa pasal-pasal kontroversi.
Menurutnya, jika RUU Penyiaran disahkan kewenangan KPI melakukan penyensoran dan pembredelan konten di media sosial turut mengancam kebebasan konten kreator memproduksi karya.
“Mahkamah Konstitusi dengan membatalkan pasal berita bohong yang menimbulkan keonaran Pasal 14, Pasal 15 pada UU Nomor 1 Tahun 1945 dan Pasal 310 ayat (1) tentang pencemaran nama baik yang diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana pada 21 Maret 2024 lalu. Mengapa poin kabar bohong dan pencemaran nama baik masuk kembali di RUU Penyiaran?,” kata Aris Mulyawan.
Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Jawa Tengah, Amir Machmud NS, berpendapat berita investigasi sebagai mahkota wartawan tidak boleh dihalangi dengan alasan apapun. Berita investigasi menurutnya merupakan bagian dari wujud kemerdekaan pers dan bagian dari hak asasi manusia yang dijamin oleh konstitusi.
“Maka berita investigasi harus dijaga, dirawat untuk menjamin kemerdekaan pers. Terpenting harus ditopang oleh verifikasi yang kuat sehingga memenuhi prinsip-prinsip akuntabilitas,” ucap Amir Machmud NS.
Sementara itu, Ketua Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Jawa Tengah, Teguh Hadi Prayitno menegaskan kalau beberapa pasal dalam RUU Penyiaran dapat mengancam kebebasan pers dan berekpresi. Dia khawatir apabila RUU ini disahkan, maka pemerintah bisa mengendalikan ruang gerak warga negara dan mengkhianati semangat demokrasi yang terwujud melalui UU nomor 40 tahun 1999.
“Oleh karenanya kami meminta agar dilakukan pembahasan ulang yang melibatkan dewan pers, organisasi-organisasi pers yang sejalan dengan semangat reformasi dan demokrasi,” jelasnya.
Berdasarkan permasalahan-permasalahan diatas, kami Aliansi Jurnalis Jawa Tengah, Koalisi Masyarakat Sipil dan Aksi Kamisan Semarang menyatakan sikap untuk menolak RUU Penyiaran:
Tolak pembahasan RUU Penyiaran yang berlangsung saat ini karena dinilai cacat prosedur dan merugikan publik.
Mendesak DPR untuk menghentikan pembahasan RUU Penyiaran yang substansinya bertentangan dengan nilai demokrasi, upaya pemberantasan korupsi dan penegakan hak asasi manusia.
Mendesak DPR untuk melibatkan partisipasi publik yang bermakna, dalam penyusunan revisi UU Penyiaran untuk memastikan tidak ada pasal-pasal multitafsir yang dapat dipakai untuk mengebiri kemerdekaan pers, memberangus kebebasan berpendapat, serta menjamin keadilan dan kesetaraan dalam masyarakat.
Membuka ruang ruang partisipasi bermakna dalam proses penyusunan RUU Penyiaran dengan melibatkan organisasi masyarakat sipil dan kelompok masyarakat terdampak lainnya.
Penyusunan dan pembahasan RUU Penyiaran harus melibatkan Dewan Pers dan seluruh konstituennya agar tidak terjadi pembiasan nilai-nilai kemerdekaan pers.
Baca juga: Mahasiswa Undip Aksi Solidaritas Palestina, Ajak Masyarakat Speak Up di Medsos
Mendorong jurnalis untuk bekerja secara profesional dan menjalankan fungsinya sesuai kode etik, untuk memenuhi hak-hak publik atas informasi.
Menggunakan UU Pers sebagai pertimbangan dalam pembuatan regulasi yang mengatur soal pers. Agar tidak ada pengaturan yang tumpang tindih terkait kemerdekaan pers. (Kamal-01)