Ia menilai laporan dugaan pelanggaran tindak pidana Pemilu yang menyeret Riswahyu sarat muatan politis.
“Kasus itu dilaporkan waktu injury time menjelang Pemilu,” katanya.
Selain menyoal legal standing pelapor, ia juga mempermasalahkan cara mereka mendapatkan alat bukti.
Ia mempertanyakan mengapa barang bukti, di antaranya berupa rekaman pertemuan Riswahyu dan PPK di hotel Cabin Tanjung Wonosobo bisa berada di tangan warga sipil atau pelapor.
Barang bukti itu, kata dia, harusnya hanya dapat diakses atau dikuasai aparat penegak hukum.
Di sisi lain, Teguh membantah jika ada Paslon yang diuntungkan atau dirugikan dalam perkara tersebut. Buktinya, Paslon 03 kalah hampir di semua wilayah di Kabupaten Wonosobo.
Ia juga menepis jika Riswahyu telah melakukan praktik politik uang. Ia berdalih yang diberikan ke PPK pada pertemuan di Hotel Cabin Tanjung bukan dari uang pribadi Riswahyu.
Melainkan bersumber dari sumber tak jelas, yang dikenal bernama Saeful. Sayang sampai saat ini sosok itu masih misterius. Ia pun mengaku kesulitan menggali informasi lebih mengenai profil Saeful dari kliennya.
Baca juga: KPU Karanganyar Buka Lowongan PPK Jelang Pilkadajuga:
“Ris tidak menerima uang. Bahkan Ngopi dengan PPK ia yang bayar dengan uang pribadi,” katanya.
Teguh juga membantah bahwa pemberian uang ke PPK disertai intervensi agar mereka memenangkan Paslon 03 dengan cara menyalahgunakan kekuasaan atau berbuat curang.
Dikatakannya, uang senilai ratusan juta itu dibagikan ke PPK sebagai “penguatan” agar mereka bisa menjaga profesionalitas dan netralitas dalam bekerja.
Meski dalam hal ini, Teguh sendiri turut menyayangkan mengapa harus ada aksi pembagian uang dengan dalih penguatan PPK.
Menyangkut profesionalisme, mestinya sudah menjadi tanggung jawab penyelenggara Pemilu yang telah mendapat gaji dari pemerintah.
“Sebelumnya muncul Saeful. Ada kekhawatiran di Wonosobo Pemilu akan berlangsung tidak fair, sehingga penyelenggara diberi penguatan, logistiknya harus kuat, ” katanya
Tak Dipecat
Tanggal 12 dan 13 Januari 2024 mestinya menjadi hari tenang sebelum Pemilu digelar pada 14 Januari 2024. Namun siapa sangka, hari itu justru menjadi hari menegangkan bagi panitia penyelenggara Pemilu di Wonosobo.
Mereka tersandung kasus di saat sedang sibuk menyiapkan hajat terbesar pesta demokrasi. Pelaporan oknum komisioner KPU, Riswahyu atas dugaan pelanggaran Pemilu, pada 2 hari menjelang pemungutan suara turut menyeret 10 PPK di 10 kecamatan.
Hanya 5 PPK kecamatan yang terbebas dari kasus itu sehingga dapat fokus menyiapkan pemungutan suara. Bawaslu dan aparat penegak hukum harus kerja maraton menangani perkara itu dengan deadline yang sangat singkat.
Bagaimanapun, penegakan hukum harus tetap jalan dan tidak boleh diganggu gugat. Sementara agenda Pemilu juga tidak boleh terganggu.
Alhasil di hari tenang itu, hampir semua panitia penyelenggara Pemilu di Wonosobo, dari tingkat KPU hingga PPK dibuat stres.
Tanggal 12, Bawaslu harus kerja lembur memeriksa PPK satu persatu. Mereka diinterogasi perihal pertemuannya dengan riswahyu di hotel Cabin Tanjung. Ketua KPU Ruliawan Nugroho tak luput dari pemeriksaan.
“Kita juga panggil PPK di hari itu juga, sampai tidak tidur,” katanya.
PPK mengakui telah menerima uang dari Riswahyu untuk pemenangan Paslon Presiden dan Wakil Presiden Ganjar Pranowo-Mahfud MD.
Entah karena diperintah atau inisiatif sendiri, para PPK langsung mengumpulkan kembali uang itu, lalu menyerahkannya ke aparat penegak hukum. Dengan pengembalian itu, mereka berharap bisa terbebas dari jerat hukum.
Status para PPK sebagai bawahan Riswahyu membuat mereka dapat mengelak dari jerat pidana itu. Mereka seolah bertindak bukan murni kemauan sendiri, melainkan di bawah tekanan atasan atau relasi kuasa.
Meski dalih ini bisa dibantah. Nyatanya, ada 5 PPK lain yang berani menolak ajakan atasannya, Riswahyu untuk bertemu di hotel Cabin Tanjung.
Penanganan perkara itu pada akhirnya memang fokus membidik Riswahyu sebagai aktor utama. Adapun para PPK yang terbukti menerima uang, bisa kembali beraktivitas normal usai menjalani pemeriksaan.
Nugroho menyadari adanya pelanggaran yang dilakukan Riswahyu dan 10 PPK bawahannya.
Namun kepada Riswahyu, ia mengaku tidak punya wewenang untuk menjatuhkan sanksi karena relasi hubungan kerja yang setara.
Kecuali kepada PPK yang berada di bawah kewenangannya. Namun untuk menentukan sanksi ke PPK, ia tak ingin gegabah sebelum terang benderang kasus itu. Paling tidak menunggu gelaran Pemilu selesai.
Tidak mungkin pihaknya memberhentikan para PPK saat Pemilu tinggal sehari.
Mau tak mau, pihaknya memaksa para PPK yang tersandung kasus itu agar tetap fokus bekerja untuk Pemilu.
Meski ia menyadari mental para PPK di 10 kecamatan cukup terganggu karena kasus tersebut.
“Ibarat ada anak mau ujian tapi nabrak orang (kecelakaan) di jalan. Kita suruh ujian dulu, kasusnya diurus belakangan,” katanya.
Jangankan PPK, Riswahyu yang jadi tersangka utama dalam kasus itu belum menerima sanksi atau tak diberhentikan dari lembaga terkait.
Baca juga: Kader Muda Partai Gerindra Wawan Pramono Siap Bertarung di Pilkada Karanganyar
Riswahyu masih tetap bertugas sebagai panitia penyelenggara Pemilu yang akan menentukan arah bangsa.
Bahkan, setelah dijatuhi vonis hukuman dari majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Wonosobo, karena terbukti secara sah melakukan tindak pidana pelanggaran Pemilu, Riswahyu tak juga dinonaktifkan dari jabatannya.
Informasi yang diterima Jatengnews.id, Riswahyu ternyata juga belum menjalani sidang etik di Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).
Ini juga dikonfirmasi oleh penasihat hukum Riswahyu, Teguh menyebut kliennya tetap menjabat sebagai komisioner KPU sejauh ini, bahkan kemungkinan sampai masa jabatannya berakhir.
“Masih aktif menjabat, ” katanya. (Tim Redaksi-01)