Namun di luar itu, ada pertimbangan lain yang meringankan. Sehingga Riswahyu bisa sedikit lega.
Fakta peristiwa penyerahan uang dari Riswahyu ke 10 perwakilan PPPK di The Kabin Tanjung Hotel Wonosobo tidak terbantahkan.
Terungkap ada arahan dari Riswahyu ke PPK untuk mengamankan suara Paslon Presiden dan Wakil Presiden nomor urut 03, Ganjar Pranowo-Mahfud MD.
Namun, menurut hakim, arahan itu tidak disampaikan PPK ke PPS maupun khalayak umum atau calon pemilih.
Melainkan baru disampaikan ke teman “sedapur dan sekasur”, dalam hal ini istri atau suami PPK.
Begitupun, uang yang diterima PPK dari Riswahyu, belum didistribusikan ke seluruh PPS di masing-masing desa.
Karena itu pula, hakim memandang akibat yang ditimbulkan dari perbuatan terdakwa belum terlalu signifikan, yakni dalam hal menguntungkan atau merugikan paslon peserta Pemilu.
“Uang yang diberikan ke PPK, juga bukan dari uang (Riswahyu) sendiri, ” kata Anteng.
Fakta persidangan juga mengungkap, perbuatan terdakwa mengumpulkan PPK yang di dalamnya ada agenda pemenangan paslon nomor urut 03 telah diketahui oleh Ketua KPU.
Setelah menggelar pertemuan dengan PPK tanggal 13 Januari, Riswahyu kemudahan memberitahukan peristiwa itu ke Ketua KPU Ruliawan Nugroho.
Terdakwa memberitahukan kejadian itu ke Ruliawan di sela rapat pleno di ruang kerja KPU, pada pekan ketiga Januari. Di situ Riswahyu bilang, dirinya telah mengumpulkan PPK dalam rangka “Ngopi” dan koordinasi.
Kepada pimpinannya, Riswahyu pun mengakui dalam pertemuan itu, ia meminta tolong ke PPK dari hati ke hati agar membantu memenangkan salah satu paslon Presiden dan Wakil Presiden 2024.
Riswahyu bahkan sempat menunjukkan foto pertemuannya dengan PPK ke pimpinannya tersebut. Ruliawan sempat menanggapi pengakuan anggotanya itu, bahkan memperingatkannya.
“Apa gak bahaya pak, karena tidak semua sepemahaman. Mungkin tujuannya benar tapi caranya salah. Atau tujuannya salah tapi caranya benar. Apa jangan-jangan anda berani karena telah menerima uang?, ” kata hakim menirukan perkataan Ruliawan yang diterjemahkan dari Bahasa Jawa.
“Saya tidak menerima uang, saya ngajak Ngopi pakai uang sendiri,” jawab Riswahyu menepis pertanyaan Ruliawan, seperti disampaikan hakim.
Dari tanggapan KPU yang tidak secara tegas melarang kegiatan itu, pada akhirnya terjadi pertemuan kedua Riswahyu dengan PPK pada 3 Februari setelahnya.
Hakim menilai sikap Ketua KPU yang tidak tegas usai mengetahui adanya pelanggaran anggotanya itu sebagai sebuah kelalaian atau pembiaran.
Padahal sebelumnya, saat ditemui di kantornya, Ruliawan sempat tidak mengakui pernah dilapori Riswahyu perihal pertemuannya dengan PPK di Hotel Cabin Tanjung. Ia mengaku tidak tahu menahu soal pertemuan Riswahyu dengan PPK.
“Kita gak tahu mereka dikumpulkan. Gak ada koordinasi. PPK juga gak ada yang laporan,” kata Ruliawan kala itu
Ketok palu hakim yang memutus perkara itu seperti melunakkan ketegangan otot Riswahyu selama persidangan.
Ketua majelis hakim menyatakan, terdakwa terbukti salah dan meyakinkan telah melanggar undang-undang nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu. Dimana perbuatan terdakwa yang sengaja menguntungkan salah satu Paslon presiden dan wakil presiden.
Namun meski terbukti salah, Dewi Fortuna masih berpihak padanya. Meski belum sesuai harapannya agar bisa divonis bebas, putusan hakim ini lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yakni pidana penjara 1 tahun 3 bulan dan denda Rp 15 juta.
Majelis hakim menjatuhkan pidana kepada terdakwa Riswahyu dengan pidana penjara satu tahun dan denda Rp 10 juta.
Kabar baik bagi Riswahyu, hukuman tersebut tidak perlu dijalani dan diganti dengan masa percobaan selama 2 tahun. Kecuali jika terdakwa melakukan tindak pidana lain sebelum berakhirnya masa percobaan.
“Terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana dengan sengaja melakukan tindakan yang menguntungkan salah satu peserta pemilu dalam masa kampanye,” kata Ketua Majelis Hakim
Dengan putusan ini, Riswahyu berpeluang tak jadi merasakan dinginnya lantai penjara yang telah menantinya. Asal tidak melakukan tindak pidana selama masa percobaan 2 tahun, Riswahyu tidak akan dipenjara. Dia masih bisa beraktivitas normal seperti biasa.
Setelah berakhir pembacaan putusan, tak ada kehebohan di ruang sidang. Pelapor yang di awal ngotot membuka kasus itu, tidak tampak di persidangan.
Baca juga: Bupati Kendal Ramaikan Bursa Pilgub Jateng
Riswahyu beranjak dari kursi panasnya. Ia berjalan menghampiri tim kuasa hukum yang telah bekerja untuknya. Riswahyu memeluk satu persatu mereka dengan mata berkaca.
Tetapi JPU Lukman Akbar Bastiar tidak terima begitu saja. Ia tak tinggal diam. Ia masih ingin berperang untuk mendapat keadilan. Jaksa langsung menyatakan banding atas putusan yang lebih ringan dari tuntutan awal.
Ia menyayangkan, meski Riswahyu telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindakan yang menguntungkan Paslon 03, majelis hakim justru memutus terdakwa dengan pidana bersyarat.
“Tidak sesuai dengan tuntutan kami. Jadi kami ajukan banding,” katanya.
Perlawanan JPU terhadap putusan hakim ini membuat Riswahyu belum bisa tidur nyenyak. Status hukumnya belum sepenuhnya aman. Ia dan pengacaranya masih harus berjuang menghadapi banding jaksa di pengadilan.
Dengan pengajuan permohonan banding ini, pengadilan tinggi akan memeriksa ulang serta menguji ketepatan penerapan hukum dan putusan pengadilan tingkat pertama.
Penasihat Hukum Riswahyu, Teguh Purnomo menyatakan siap menghadapi banding jaksa di pengadilan tinggi dengan kontra memori banding. Terlebih ia dan kliennya merasa belum puas terhadap putusan majelis hakim PN yang menjatuhkan vonis lebih ringan dari tuntutan jaksa.Â
Sesuai pembelaannya di persidangan, menurut mantan anggota Bawaslu Provinsi Jawa Tengah ini, harusnya Riswahyu divonis bebas atau lepas dari tuntutan.
Ia menilai unsur pidana yang dituduhkan kepada Riswahyu tidak terpenuhi. Kecuali sekadar pelanggaran kode etik, yakni masalah netralitas yang harusnya bisa diselesaikan di Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).
Pertanyakan Legal Standing Pelapor
Teguh mempertanyakan legal standing pelapor, yakni Koalisi Masyarakat Peduli Pemilu Bersih dan Berintegritas (Kompilasi). Menurutnya, pelapor tindak pidana pelanggaran pemilu mestinya berasal dari salah satu dari 3 unsur yakni lembaga pemantau pemilu, masyarakat pemilih, atau peserta Pemilu.
Beda dengan Kompilasi yang disebutnya berlatar belakang tak jelas. Organisasi itu juga dibentuk dadakan, sesaat sebelum mereka melaporkan perkara itu ke penegak hukum.
Motif Mantan Bupati Wonosobo Abdul Kholiq Arif dan Mantan Ketua DPRD Wonosobo Idham Cholid yang menjadi aktor di balik pelaporan perkara itu juga dipertanyakan.